KUTIM, KABARKALTIM.CO.ID- Ratusan mahasiswa gabungan perguruan tinggi di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur menggelar unjuk rasa menentang adanya kebijakan pemerintah pusat terkait kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Mahasiswa konvoi mendatangi Kantor Bupati Kutim di kawasan Bukit Pelangi, Sangatta untuk menyampaikan sikap kritik terhadap langkah pemerintah yang dinilai kurang tepat.
“Kita sudah ketemu dengan pejabat di sini (Pemkab Kutim, Red). Katanya, semua aspirasi yang disampaikan mahasiswa akan ditampung,” beber koordinator aksi Khoirulsyah Alfaqih ketika ditemui di lapangan Sekretariat Kabupaten Kutim, Senin (5/9/2022).
Lanjut dia, dalam rapat itu semua pejabat teras Kutim ikut, di antaranya Ketua DPRD Joni. Tapi sayangnya, pejabat yang hadir tidak seorang pun di antara mereka menyatakan menerima tuntutan demonstran dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
“Usai pertemuan, kami mahasiswa menyatakan mosi tidak percaya kepada pejabat Pemkab Kutim,” tegas Alfaqih, sesaat membubarkan diri untuk tetap terus mengawal kebijakan pemerintah yang terkesan tidak adil.
Pengunjuk rasa menyampaikan sikap empat poin kepada pejabat Pemkab Kutim. Yaitu; pertama, mahasiswa meminta pemerintah agar turunkan harga BBM; kedua, Pemkab Kutim agar mengawal ketat proses penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar betul-netul tepat sasaran; ketiga, pemkab Kutim diminta agar memperhatikan nasib ribuan Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D) yang dimiskinkan; dan, ke-4, adalah peningkatan kualitas bangunan infrastruktur.
APBD Kutim tahun ini, 2022 sebesar Rp 2, 9 triliun, tapi honorer ditelantarkan, gajinya jauh kurang dari UMK (upah minimun kabupaten, lambat pula dibayar.
Infrastrukutr jalan, sekolah banyak rusak parah. Bahkan, isunya, gaji TK2D tahun ini hanya dianggarkan sampai Juli saja. Kelanjutan penggajian tunggu APBD perubahan. Belum dianggarkan. Sementara pegawai dituntut meningkatkan kinerja. Padahal, jarak kantor dengan pemukiman padat penduduk terbilang belasan ribu meter.
Terpisah, menurut sumber, rasionalisasi anggaran sebenarnya tidak perlu dilakukan pada tahun anggaran berjalan. Karena itu hanya dijadikan momentum bagi oknum elit pejabat untuk menggeser anggaran pembiayaan program untuk orang-orangnya. Program kegiatan pembangunan yang tadinya sudah direncanakan dengan mantap, bisa saja tidak dilaksanakan karena dananya sudah dialihkan yang sesungguhnya kegiatan tersebut asas manfaatnya biasa-biasa saja. (baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar