Pembinaan tenaga pustaka. (baharsikki/kk)
KUTIM, KABARKALTIM.
CO.ID- Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
(Dispusip) banyak kegiatan tidak bisa dilaksanakan,
lantaran sedikit dana alokasi APBD yang diterima. Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD Kutim tiap tahun Rp 3 triliun, tapi Dispusip cuma dapat kurang
dari Rp 2 miliar per tahun, di dalamnya termasuk gaji pegawai.
Padahal amanah undang-undang kata Kepala Dispusip Suriansyah , menganjurkan lima persen dari APBD dialokasikan ke perpustakaan. Dukungan dana tidak memadai sehingga tugas pokok dan fungsi Dispusip terbengkalai. Padahal sejatinya karena Dispusip merupakan lembaga terpenting dalam upaya mencerdaskan anak bangsa harus mendapat dukungan penuh.
Baru itu namanya langkah positif meningkatkan minat baca masyarakat. Sayangnya, kantor Perpustakaan Kabupaten yang ada saat ini masih jauh dari khalayak, terpencil. Sehingga pengunjung di sana masih relatif sedikit. Lagi pula Kutim baru dua perpustakaan yang terakreditasi. Dari 100 pustakawan Kaltim yang tugas di Kutim ada 6 orang.
Kegiatan pembinaan upaya peningkatan minat baca ini biayanya bersumber dari Anggaran Pendapatan Nasional (APBN). Yang dalam pelaksanaan dikerjasamakan Pemprov. Kaltim dengan Pemkab Kutim. Dispusip Kutim berencana memfasilitasi adanya perpustakaan di Masjid Agung, Polder Sangatta, di lapangan STQ dan lainnya. UPT Dispusip sudah ada di Muara Wahau, Sangatta, Muara Bengkal dan Sangkulirang.
“Ada mobil pustaka keliling. Judul buku-buku di situ sangat terbatas. Kadang banyak anak-anak ingin membaca. Tapi ketika ditanya judul buku yang dicari ternyata bukunya tak ada. Ini tantangan. Buku-buku bacaan kurang,” beber Suriansyah usai mendengars sambutan pembuka Asisten Tata Praja Sekkab Suko Buono di ruang Meranti, Kantor Bupati Bukit Pelangi, Senin (7/12/2020).
Sedangkan Kepala Bidang mengembangan dan pembudidayaan Gemar Membaca Dinas Perpustakaan Kaltim Mustikawati menyatakan, Kutim sewaktu Awang Faroek menjabat bupati, sudah dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) perpustakaan di beberapa kecamatan.
Selain meningkatkan gemar membaca, juga dilakukan sortiran ketat terhadap buku-buku bacaan yang tersedia di perpustakaan. Perpustakaan tidak menyediakan buku banyak yang bernuansa negatif. Bukan hanya untuk orang normal, tapi kalangan disabilitas pun difasilitasi agar kualitas sumber daya manusianya bisa kompetitif. (baharsikki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar