Hal tersebut diungkapkan Komandan Kodim 1425/Jeneponto, Letkol (Inf) Irfan Amir kepada pewarta media ini melalui saluran WhatsApp-nya, 1 Desember 2019. “Kegiatan ini sekaligus juga untuk mengekplorasi kearifan lokal Butta Turatea Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, baik dalam hal pacuan kuda maupun sisi kuliner daging kudanya,” ujar Irfan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan digelar yakni : 20 Desember 2019 digelar karnaval berkuda dengan menampilkan kuda-kuda yang ditunggangi dengan menggunakan pakaian adat dan pakaian pejuang yang menggambarkan budaya Jeneponto dan Hari Juang TNI AD (Hari Infanteri).
Festival kuliner dengan menu utama olahan daging kuda yang akan dilaksanakan pada 21 Desember 2019 dengan menampilkan masakan yang menggunakan olahan daging kuda seperti Ganja (Gantala Jarang) dan olahan daging kuda lainnya yang sudah familiar seperti coto dan konro. Dalam hal ini juga akan ditampilkan olahan daging kuda lainnya yakni abon daging kuda, dendeng daging kuda dan rendang dari daging kuda.
Pacuan kuda dilaksanakan pada 22 Desember 2019 yang merupakan budaya
masyarakat Jeneponto dari zaman dahulu.
Melalui kegiatan festival berkuda ini, Kodim dan jajaran panitia ingin ikut mewarnai dan mengenalkan budaya Jeneponto di tingkat nasional, bahkan di level dunia. Sebagaimana diketahui bersama bahwa satu-satunya daerah pemakan kuda termasif (terbanyak) di dunia adalah masyarakat Kabupaten Jeneponto.
“Kita boleh cari di belahan dunia mana yang masyarakatnya bisa menandingi warga Jeneponto dalam hal mengonsumsi daging kuda,” kata Letkol Inf Irfan Amir sambil tertawa kecil.
Dari informasi yang diperoleh selama ini, bahwa masyarakat Jeneponto dalam sehari dapat mengonsumsi kurang lebih 20 ekor kuda per hari yang dimulai dari konsumsi orang per orang secara individu sampai dengan sajian di warung-warung makan yang menyajikan olahan daging kuda.
Para pelancong yang datang ke Jeneponto dapat melihat bagaimana olahan daging kuda itu dibuat di Jeneponto. Mulai dari daerah perbatasan Kabupaten Jeneponto -Takalar sampai ke perbatasan Kabupaten Jeneponto - Bantaeng, sebagian besar dari warung makan yang ada menyajikan olahan daging kuda. Wujud kulinernya bermacam ragam, seperti dibuat dalam bentuk coto, konro, dan abon.
“Secara matematis, apabila masyarakat Jeneponto mengkomsumsi kurang lebih 20 ekor kuda per hari, maka perbulannya masyarakat di sini membutuhkan kurang lebih 600 ekor untuk dikomsumsi. Pertahun dapat mencapai 7.200 ekor kuda,” jelas Irfan sambil tersenyum.
Berdasarkan fakta tersebut, masyarakat Jeneponto mengklaim bahwa mereka merupakan masyarakat termasif (terbanyak) di dunia dalam hal mengkomsumsi daging kuda. “Silahkan lembaga Muri atau Guinness Book of Word Record mencari dan mensurvei tempat di belahan bumi mana terdapat masyarakatnya yang sama dengan masyarakat Jeneponto dalam hal mengkomsumsi kuda,” tantang Irfan yang dikenal suka humor ini.
Selain itu, lanjut perwira dari Satuan Kopassus itu, pada Festival Berkuda Turatea kali ini, pihaknya bermaksud membuka ruang ekspolorasi kearifan lokal Butta Turatea dari sisi budaya, olah raga dan pariwisata. “Tiga hal inilah yang melandasi digelarnya event Festival Berkuda Turatea. Saya mengajak kita semua, mari kita bawa Jeneponto mendunia melalui event ini. Saya juga berharap, event ini dapat menjadi agenda kegiatan tahunan Pemerintah Daerah Jeneponto, Sulawesi Selatan, bahkan agenda nasional,” tutup Irfan amir. (IRA/Red)
Melalui kegiatan festival berkuda ini, Kodim dan jajaran panitia ingin ikut mewarnai dan mengenalkan budaya Jeneponto di tingkat nasional, bahkan di level dunia. Sebagaimana diketahui bersama bahwa satu-satunya daerah pemakan kuda termasif (terbanyak) di dunia adalah masyarakat Kabupaten Jeneponto.
“Kita boleh cari di belahan dunia mana yang masyarakatnya bisa menandingi warga Jeneponto dalam hal mengonsumsi daging kuda,” kata Letkol Inf Irfan Amir sambil tertawa kecil.
Dari informasi yang diperoleh selama ini, bahwa masyarakat Jeneponto dalam sehari dapat mengonsumsi kurang lebih 20 ekor kuda per hari yang dimulai dari konsumsi orang per orang secara individu sampai dengan sajian di warung-warung makan yang menyajikan olahan daging kuda.
Para pelancong yang datang ke Jeneponto dapat melihat bagaimana olahan daging kuda itu dibuat di Jeneponto. Mulai dari daerah perbatasan Kabupaten Jeneponto -Takalar sampai ke perbatasan Kabupaten Jeneponto - Bantaeng, sebagian besar dari warung makan yang ada menyajikan olahan daging kuda. Wujud kulinernya bermacam ragam, seperti dibuat dalam bentuk coto, konro, dan abon.
“Secara matematis, apabila masyarakat Jeneponto mengkomsumsi kurang lebih 20 ekor kuda per hari, maka perbulannya masyarakat di sini membutuhkan kurang lebih 600 ekor untuk dikomsumsi. Pertahun dapat mencapai 7.200 ekor kuda,” jelas Irfan sambil tersenyum.
Berdasarkan fakta tersebut, masyarakat Jeneponto mengklaim bahwa mereka merupakan masyarakat termasif (terbanyak) di dunia dalam hal mengkomsumsi daging kuda. “Silahkan lembaga Muri atau Guinness Book of Word Record mencari dan mensurvei tempat di belahan bumi mana terdapat masyarakatnya yang sama dengan masyarakat Jeneponto dalam hal mengkomsumsi kuda,” tantang Irfan yang dikenal suka humor ini.
Selain itu, lanjut perwira dari Satuan Kopassus itu, pada Festival Berkuda Turatea kali ini, pihaknya bermaksud membuka ruang ekspolorasi kearifan lokal Butta Turatea dari sisi budaya, olah raga dan pariwisata. “Tiga hal inilah yang melandasi digelarnya event Festival Berkuda Turatea. Saya mengajak kita semua, mari kita bawa Jeneponto mendunia melalui event ini. Saya juga berharap, event ini dapat menjadi agenda kegiatan tahunan Pemerintah Daerah Jeneponto, Sulawesi Selatan, bahkan agenda nasional,” tutup Irfan amir. (IRA/Red)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar