JAKARTA,
KABARINDONESIA.CO.ID - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan
kepada kaum muda bahwa kebijakan pertahanan dan keamanan negara pasca
perang dingin tidak lagi berfokus pada isu persaingan ideologis blok
barat dan timur.
Arus
demokratisasi dan interdependensi, serta isu lingkungan turut memegang
peranan penting dalam mengubah pola interaksi antar negara dimana
semuanya terangkai dalam konstruksi globalisasi sebagai impuls
utamanya.
"Perubahan
fokus isu secara signifikan mengubah peta geopolitik dan geostrategi
hampir di seluruh kawasan, diikuti instabilitas yang potensial menjadi
ancaman bagi eksistensi sebuah negara. Kondisi tersebut memaksa seluruh
negara untuk menata ulang sistem keamanannya. Isu keamanan menjadi lebih
komprehensif dan berorientasi global," ujar Bamsoet saat membuka
Musyawarah Nasional ke-2 Pengurus Pusat Satuan Siswa, Pelajar, dan
Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila, di Jakarta, Jumat (25/08/2019)
malam.
Bendahara
Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menjelaskan, perkembangan
teknologi informasi dan telekomunikasi, serta teknologi transportasi
telah mempercepat arus informasi, arus finansial global dan mobilitas
manusia. Berbagai fenomena perubahan tersebut bukan tidak mungkin
membawa ekses yang potensial menjadi ancaman bagi keamanan suatu negara.
Ancaman tidak hanya dalam bentuk fisik, akan tetapi ancaman non fisik
seperti penanaman nilai-nilai kehidupan asing yang dapat menjadi alat
penghancur entitas sebuah peradaban bangsa.
"Untuk
menghadapi perkembangan ancaman yang makin beragam, Indonesia perlu
menata kembali kekuatannya. Dalam konteks pertahanan negara,
permasalahan ini tidak cukup ditangani hanya dari aspek kekuatan utama
militer saja. Untuk membangun ketahanan nasional setidaknya ada tiga
pilar yang harus saling terkait yaitu pemerintahan, rakyat dan militer.
Ketiganya dijalin dalam simpul untuk memperkuat sebuah negara.
Pemerintah dengan rakyat diikat dengan simpul ideologi," jelas Bamsoet.
Sebagai
senior, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mengingatkan kader SAPMA
Pemuda Pancasila harus sepenuhnya menyadari bahwa setiap warga negara
dalam lapisan masyarakat secara bersama-sama harus memperoleh dan
menggunakan kesempatan yang sama di dalam peran sertanya membela negara.
Beban besar membangun kekuatan pertahanan negara akan lebih ringan
apabila ada gerakan sinergi dari seluruh komponen bangsa.
"Sebagai
bagian dari kaum intelektual, SAPMA Pemuda Pancasila harus memiliki
semangat untuk turut serta dalam upaya bela negara. Bela negara dapat
dilakukan melalui jalur formal dan jalur non formal. Terkait jalur
formal, saat ini DPR RI tengah bersiap bersama pemerintah menyusun RUU
tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia untuk Pertahanan. Pada saat RUU
ini kelak menjadi UU, maka para SAPMA Pemuda Pancasila perlu
mempelajarinya dengan seksama, sehingga dapat memahami prosedur-prosedur
yang ada apabila berminat untuk mengabdikan diri melakukan bela
negara," urai Bamsoet.
Sedangkan
jalur informal, lanjut Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, dalam
melakukan pembelaan negara pengertiannya adalah membekali diri dengan
ilmu pengetahuan dan basis ideologi yang kuat tentang pentingnya
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dengan demikian,
apapun latar belakang para kader SAPMA Pemuda Pancasila, tetap harus
berada di depan untuk menyebarkan arti penting Pancasila dan NKRI
sebagai jati diri bangsa.
"Di
sisi lain, SAPMA Pemuda Pancasila harus menyadari juga bahwa kondisi
masyarakat yang multikultur ini memiliki suatu kelemahan, yaitu rentan
terhadap konflik horizontal yang mengakibatkan disintegrasi bangsa. Yang
dimaksud dengan konflik horizontal adalah konflik antar kelompok atau
masyarakat yang didasari atas adanya perbedaan identitas seperti suku,
etnis, ras, dan agama. Konflik horizontal yang bersifat massal biasanya
diawali dengan adanya potensi konflik yang kemudian berkembang dan
memanas menjadi ketegangan, sampai akhirnya pecah menjadi konflik
fisik," tutur Bamsoet.
Legislator
Dapil VII Jawa Tengah meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan
Kebumen ini menambahkan, ketika suatu bangsa memiliki kesadaran
bernegara, hal tersebut akan mendukung terbentuknya negara yang kuat dan
berdaulat. Akan tetapi, patriotisme yang ditunjukkan oleh warga negara
perlu disalurkan melalui cara-cara yang positif.
Dibutuhkan
kanalisasi yang baik agar semangat juang bangsa Indonesia dapat
diarahkan untuk tujuan yang mulia dan jangan sampai semangat patriotisme
warga negara disalurkan melalui gerakan, tindakan, atau
kelompok-kelompok dengan melakukan tindakan vandalisme.
"Kader
SAPMA Pemuda Pancasila, apapun latar belakangnya harus ikut ambil
bagian dalam melakukan pendidikan kesadaran bela negara minimal dari
lingkungan terdekatnya terlebih dahulu, terutama keluarga. Tanamkanlah
kesadaran ber-Pancasila secara terus menerus dalam diri setiap individu,
dengan segenap kemampuan atau kesanggupan yang ada pada diri
masing-masing," pungkasnya. (*/ki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar