Harga sawit anjlok, petani bakarTBS. (baharsikki/kk) |
KUTIM,
KABARKALTIM.CO.ID- Masalah penjualan Tandan Buah Segar (TBS)
milik petani non kemitraan (bukan plasma) di wilayah Kabupaten Kutai
Timur (Kutim) masih berbuntut panjang. Pasalnya, standar harga TBS
yang ditetapkan Dinas Perkebunan belum menjadi solusi tepat bagi
kelancaran usaha petani maupun perusahaan perkebunan.
“Setelah
ada demonstrasi. Memang harga TBS ada kenaikan sedikit. Cuma di
kalangan perusahaan terapkan juga aturan yang sebenarnya lebih kecam
dari tengkulak,” kata Ketua Komisi A DPRD Arfan ketika ditemui di
ruang kerjanya, Senin (25/3/2019).
Arfan, SE (baharsikki/kk) |
Arfan
menyebutkan, harga TBS dari Disbun (Dinas Perkebunan, Red) per ton
senilai satu juta seratus ribu rupiah lebih. Bagi perusahaan, yakni
PT. KIN di Muara Bengalon bersedia membeli TBS milik petani sesuai
harga Disbun, tapi perusahaan sawit tersebut menerapkan standarisasi
TBS yang dibeli. Perusahaan tidak membeli TBS muda. Perusahaan tidak
membeli TBS jajal kosong. Dan, perusahaan tidak membeli TBS yang
dipetik lewat waktu 24 jam. Serta, petani disarankan urus dan punya
SKB atau surat keterangan budidaya.
Hal
di atas sangat merugikan pedagang pengumpul. Kalau satu truk TBS
seberat 7 ton, tiba di pabrik Crude Oil Palm (CPO) setelah disortir
dari 7 ton bisa yang laku dibeli perusahaan hanya 5 ton. Dua tonnya
diangkut kembali. Pedagang pengumpul merasa dirugikan.
Ada
pula perusahaan seperti PT KBN di Tepian Langsat bersedia membeli TBS
petani tanpa standarisasi, tapi tidak sesuai harga dari Disbun. KBN
siap membeli TBS dengan harga lebih murah Rp 900 ribu per ton.
Sementara, ongkos panen Rp 200 ribu per ton. Biaya angkut keluar dari
kebun ke jalan raya Rp 150 ribu per ton. Sewa truk ke pabrik Rp 200
ribu per ton. Jadi uang yang diterima petani tidak sebanding dengan
biaya dan tenaga yang mereka keluarkan.
“Terus
petani dapat apa. Petani merasa rugi. Bahkan, ada petani membiarkan
saja buah sawitnya, mereka tidak mau panen,” beber Arfan.
Sebagai
wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD Kutim, Arfan menyatakan,
pemerintah harus punya komitmen menuntaskan masalah yang dihadapi
petani non kermitraan. Petani sawit rakyat sedang produksi, dan ini
perlu mendapat perhatian serius. Sejatinya, warga yang tinggal di
kisaran perkebunan kelapa sawit, tidak ada yang miskin. Tapi faktanya
masih ada warga yang belum hidup sejahtera. (baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar