Bambang Haryo Soekartono |
Hal
itu dikemukakan anggota komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono yang
membidangi perhubungan, komunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat,
pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal dalam sebuah kesempatan,
Minggu (6/5/2018), menyusul rencana mogok Asosiasi Pilot Garuda (APG)
dan Serikat Bersama Serikat Karyawan Garuda Indonesia.
“Keliru
dan berbahaya kalau perusahaan transportasi dikelola oleh orang-orang
yang tidak paham transportasi. Perusahaan transportasi tidak sekadar
mencari untung, tetapi bertanggung jawab atas nyawa publik yang
diangkutnya,” jelas dia.
Bambang
Haryo mengaku kaget, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Garuda Indonesia
April lalu menghapus dua posisi yang dianggap krusial bagi perusahaan
transportasi penumpang. Masing-masing direktur operasi dan direktur
teknik. Meski akhirnya kedua posisi itu kembali menempati formasi,
tetapi ia menilainya sebagai sebuah keteledoran dan fatal.
Apalagi, penunjukan kembali kedua direktur tersebut tanpa mekanisme RUPS melainkan keputusan direktur utama.
“Siapa
yang akan bertanggung jawab terhadap perawatan pesawat kalau tidak ada
direktur teknik? Lalu siapa yang menjamin kelancaran operasional jika
direktur operasi dihapus?," lantangnya.
Penghapusan
kedua posisi direksi itu lanjut dia, tidak hanya menganulir Airport
Operating Certificate (AOC) sehingga Garuda Indonesia terancam dilarang
beroperasi, tetapi juga melanggar peraturan Undang-Undang No 1 Tahun
2009 tentang penerbangan dan peraturan Menteri Perhubungan.
Dia
meminta Kementerian Perhubungan mengawasi Garuda Indonesia agar
mematuhi semua regulasi penerbangan, termasuk ketentuan mengenai
kualifikasi sumber daya manusia.
“Garuda Indonesia merupakan maskapai full service dan flag carrier yang
diandalkan pelaku bisnis dan aparat pemerintah untuk transportasi.
Penggerak ekonomi dan birokrasi negara, perlu dijamin juga
keselamatannya,” pungkas Bambang Haryo. (*/andi e)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar