Mei 28, 2018

CATATAN DONALD SITORUS CENTER UNTUK CAGUB KALTIM TERKAIT ISU PERTANIAN DI KALTIM


oleh : Kolonel (purn) Donald Sitorus


Kol (purn) Donald Sitorus mencangkul di lokasi kebun DSC di Km 25  Karya Merdeka, Samboja-Kukar
DONALD  Sitorus Center sering disingkat DS Center, adalah sebuah LSM/lembaga pemerhati pembangunan Kaltim yang salah satu bidang perhatiannya terkait masalah-masalah pertanian. Dalam kesempatan ini, DS Center mencoba membuat kajian mengenai isu-issu pertanian di Kalimantan Timur yang nantinya diharapkan dapat menjadi masukan kepada para Cagub/cawagub Kaltim yang sedang berkontestasi pada pilkada 2018 ini. 


Selanjutnya, catatan yang disusun Donald Sitorus Center ini dapat menjadi masukan dalam penyusunan visi misi dan program Cagub/cawagub Kaltim 2018, khususnya bidang pertanian Kaltim. 

Latar belakangnya adalah : petani di Kaltim adalah bagian dari masyarakat yang berada pada segmen terbesar yang berpendapatan paling bawah. Sektor pertanian dalam PDRB Kaltim masih sangat kecil. Potensi SDA Kaltim terkait pertanian cukup menjanjikan, tetapi hingga saat ini belum teraktualkan. 

Tujuan kajian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah khusunya gubernur terpilih Kaltim 2018, dalam usaha perbaikan nasib petani dan pembangunan pertanian Kaltim ke depan. 

Dalam membuat kajian tersebut, DS Center melakukan metoda pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer didapat langsung dari pengamatan langsung ke sentra-sentra pertanian, wawancara/interview/diskusi langsung kepada para pelaku pertanian (petani), organisasi petani seperti HKTI, kaum akademisi dan lainnya. 

Data sekunder diperoleh dari lembaga terkait seperti Bappeda Provinsi Kaltim, BPN, Badan Statistik, Bank Indonesia perwakilan Kaltim serta informasi lainnya. Poin-poin hasil kajian : 1. Pertumbuhan ekonomi Kaltim tahun 2015 dan 2016 berturut-turut mengalami pertumbuhan minus, 0,85% dan 0,33% bahkan menjadi yang paling buruk dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Katim 3,1 % jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2 % (sumber Bank Indonesia Kaltim). Tingkat pengangguran Kaltim 2017 juga masih tinggi ada di angka 143.617 orang atau 6,8 %, angka kemiskinan 220,17 ribu atau sekitar 6,19 %, gini ratio ada diangka 0,330 (sumber BPS Kaltim). 

2. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Kaltim di luar perkebunan sawit ± 3%, sumbangan sektor pertanian dengan perkebunan sawit terhadap PDRB Kaltim ± 7,5 % (sumber Bappeda Kaltim 2016). Merujuk data tersebut peran sektor pertanian tanpa perkebunan sawit masih sangat kecil, jauh untuk disebut menjadi leading sektor. 

Hal ini menggambarkan sektor pertanian harus diprioritaskan agar dapat mewujudkan transformasi ekonomi Kaltim dari basis SDA tidak terbarukan menjadi basis SDA terbarukan (pertanian) karena selain melibatkan dan menyerap tenaga kerja masyarakat yang besar, sektor pertanian juga dapat mendorong dimensi pemerataan pembangunan yang lebih merata kepada masyarakat. 

3. Menilik alokasi anggaran dalam APBD, politik anggaran APBD dan program-program pembangunan pemerintah belum berpihak pada pertanian, program dan kegiatannya yang ada relatif masih sporadis, belum fokus, belum jelas sasaran dan indikator keberhasilannya. 

 4. Semakin menyusutnya lahan pertanian produktif, hal ini disebabkan oleh tidak terkendalinya konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian (tambang dan penggunanaan lainnya) saat ini diperkirakan tinggal ± 45.000 Ha (sumber data BPN Kaltim). 

5. Terbatasnya akses petani/masyarakat untuk mendapatkan lahan pertanian yang baru. 

6.Masih sulitnya akses permodalan bagi petani, belum ada terobosan skematik pemerintah melalui Bank Pembangunan Daerah Kaltim yang dialokasikan khusus bagi petani non koorporasi. 

7. Akses teknologi yang masih terbatas membuat penggunaan teknologi pertanian masih sangat minim. 
8. Akses pasar yang masih terbatas membuat petani sulit memasarkan hasil-hasil pertaniannya dengan harga yang layak. 

9. Industri hilir pertanian belum berkembang/tumbuh di Kaltim sehingga komoditi pertanian hanya dijual dalam bentuk raw material/mentah dengan nilai tambah rendah. 

10. Masih minimnya tenaga penyuluh atau pendampingan petani, sehingga bila ada penyakit tanaman petani hampir tidak ada sentuhan lembaga pertanian untuk mengatasinya, sebagai contoh kasus penyakit jamur pada buah naga belum ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasinya. 

11. Infrastruktur pertanian yang masih minim, seperti jalan penghubung ke sentra-sentra pertanian, irigasi, pelabuhan dan lain-lain menyebabkan biaya produksi petani menjadi tinggi. 

12. Masih sulitnya akses petani terhadap sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan dan alat pertanian lainnya, serta kurangnya penyediaan benih bermutu. 

13. Kapasitas petani Kaltim harus segera ditingkatkan, baik keterampilan teknis maupun manajemen pengelolaan. (*)
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM