oleh
Priyo Suwarno
KEBERHASILAN
Polisi membongkar pengiriman sabu seberat 1 ton, merupakan berita besar
--menurut catatan terbesar— dalam sejarah operasi tangkap tangan kasus penyelundupan sabu di Indonesia.
Peristiwa diukir oleh jajaran Ditarkoba Polda DKI, secara
gemilang dan menjadi top trending topic berita penggagalan penyelundupan sabu,
tidak tanggung-tanggung beratnya mencapai 1 ton. Ini hasil tangkapan terbesar
dalam sejarah pengungkapan kasus narkoba, khususnya sabu.
Dalam sebuah penggerebekan di Anyer, Lebak, banten, Polisi menembak mati
pengendali jaringan penyelundupan narkoba berupa sabu seberat1 ton dari China,
yang dikendalikan oleh jaringan Lin Ming Hui. Polisi menembak otak jaringan
sabu ini, ketika ditangkap melakukan perlawanan. Penangkapan terjadi Kamis
(13-7-2017) pagi hari.
Selain menembak mati pimpinan jaringan, polisi juga menangkap dua pelaku
lainnya yakni Chen Wei Cyuan dan Liao Guan Yu. Satu tersangka berhasil kabur
dari sergapan. Tetapi keesokan hari
Jumat (14-7-2017), Hsu Yung Li --anggota
jaringan penyelundup 1 ton-- berhasil
ditangkap ketika hendak melarikan diri dengan cara mencegat bus wisata di
Cilegon, Banten.
Usai menurunkan barang sebesart 1 ton di tengah aut, kapal besar pengangut
barang itu segera pergi meninggalkan lokasi. Ternyata kapal itu bernama Wanderlust
berhasil masuk ke perairan Indonesia tanpa terdeteksi pihak berwenang, diduga
dengan cara mematikan radar agar tidak terdeteksi.
Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan
mengatakan pihaknya mengetahui identitas kapal pengangkut setelah mendapat
informasi dari Ministry of Justice Investigation Bureau (MJIB) Taiwan,
setelah Polisi Indonesia
berhasil menangkap empat warga Negara Taiwan. Kapal
tersebut sempat terdeteksi mengarah ke perairan utara Sumatera setelah menurunkan barang.
Ditnarkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok meminta bantuan instansi terkait. Petugas lalu menganalisis posisi kapal secara manual dengan menghitung koordinat, lalu menggerahkan semua potensi di laut untuk menjejak keberadaan kapal itu. |
|
Akhirnya, kapal terdeteksi
memasuki perairan Tanjung Berakit, Bintan. Tim kemudian menyergap kapal
tersebut dan menggiringnya ke dermaga Bea-Cukai. Polisi juga menangkap lima
awak kapal, mereka mengaku mendapat upah Rp 5 miliar untuk mengangkut barang
senilai sekitar Rp 1,5 triliun itu.
Sudah selesaikah? Belum, karena
Polisi dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sekarang mulai melakukan operasi
lanjutnya. Terus diselidiki dan diburu: siapa operator di dalam negeri yang
akan menerima barang ini? Analisis sementara, jaringan ini diduga melibatkan
gembong narkoba Indonesia yang sekarang masih berada di dalam lapas. Oleh
karena itu, masih ada mata rantai panjang lain yang bakal terungkap dalam
kasus ini.
|
Apa arti penangkapan ini? Sabu
memiliki efek sangat fatal dan bisa mencabut nyawa penggunanya secara
pelan-pelan dalam jangka waktu tertentu. Satu gram sabu bisa untuk mencabut
nyawa tiga orang sekaligus.
Dengan asumsi ini, ini maka 1 ton
sama dengan 1.000 kg, satu kilo sama dengan 1.000 gram, jika 1 gram mampu
membunuh tiga orang sekaligus maka, setidaknya obat terlarang ini bisa
mematikan sebanyak 3.000.000 juta orang. Polisi kita setidaknya berhasil
mencegah terjadinya ‘kematian’ bagi 3 juta jiwa pemakai maupun calon pemakai
narkoba!
Persoalannya bukan itu, jika mati
seketika relatif lebih ringan beban bangsa dan Negara ini, persoalannya adalah
para pecandu narkoba ‘tidak langsung mati’, mereka memang secara alami dibuat
mati secara pelan-pelan. Pecandu dibuat seolah-olah mengalami kenikmatan hidup,
lalu ketagihan secara terus menerus. Dia menjadi sakau, tubuhnya mulai tersiksa
jika tidak mengonsumsi sabu. Kesehatannya menurun, produktivitasnya hilang,
tingkat ketrgantungan kepada pihak lain semakin tinggi.
Unjung-ujungnya, jika mereka tidak
mati, maka harus menjalani pengobatan dan rehabilitasi. Ongkos untuk
mengobatan, merehabilitasi dan mengembalikan para pecandu ini untuk masuk ke
jajaran masyarakat normal memakan waktu tenaga, pikiran dan konsentrasi penuh.
BNN menyebutkan angkos pengobatan
rehabilitasi pecandu narkoba sekitar Rp 3 juta-Rp 10 juta/ bulan, begitulah
kata Psikiater Dadang Hawari, pengelola Panti Rahabilitasi Narkoba Madani.
Beraa jumlah pamakai narkoba di
Indonesia, datanya sangat hidden, sulit dicari dan tersembunyi sama persis
dengan model produki, pengedaran dan jaringannya. Namun tahun 2016 lalu, BNN
menyebutkan ada sekitar 926.000 pecandu narkoba selayaknya menjalani
rehabilitasi. Jika ini benar-benar dilaksanakan, maka setiap bulan Negara harus
mengelarkan dana besar-besaran untuk melaksanakan program ini.
Meski demikian data penyalahgunaan
narkotika di Indonesia berdasarkan hasil survey BNN tahun 2016 menyimpulkan
bahwa terjadi kecenderungan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba semakin
menurun. Survei ini
dipublikasikan oleh BNN pada Februari 2017 dengan tema “Survei Penyalahgunaan Narkoba dan Peredaran Gelap Narkotika Pada
Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 18 Provinsi Tahun 2016.”
Syukur! Data ini membuat hati kita sedikit lega.
Meski ada kecenderungan menurun –berdasarkan survey ini— justru minat pelaku
untuk terus menyelundupkan, mengedarkan dan memasarkan narkotika di negeri ini
tidak pernah kendur, bahkan terus mengalir deras tanpa batas.
Setelah penggagalan penyelundupan sabu 1 ton. Secara
berturut-turut aparat kepolisian dan BNN terus melakukan operasi penangkapan
tan henti. Bukanya mereda, tetapi semakin berat dan berbagai modus digunakan
oleh penyelundup memasukkan barang haram itu ke Indonesia.
Ini bukan monopoli Indonesia, betatapun setelah
dilakukan berbagai mqacam operas oleh Polri dan BNN untuk memberantas
penyalahgunaaan narkoba memang muncul data penurunan prevalensi pengguna.
Tidak boleh lengah, operasi pemberantasan
penyalahgunaan narkoba memang harus bersifat konsisiten mulai dari hulu hingga
hilir. Ini semua rasa-saranya tidak akan bisa selesai, apabila masyarakat
apatis tidak peduli terhadap persoalan ini.
Warga harus aktif turut serta membantu memberantas
penyalahgunaan narkoba mulai dari lingkungan sendiri, tetangga, RT, kelurahan
dan seterusnya. Jangan lengah, narkoba merupakan bahaya laten bagi Indonesia. (*)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar