Mencari Langkah Bijak Menikmati Pendidikan Sekolah Negeri
OLEH: DANANG AGUNG, anggota KAHMI Balikpapan
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau murid baru di
Balikpapan dan di seluruh negeri ini mungkin baru saja usai. Tapi masih meninggalkan masalah
dan
endapan kegagalan pemerintah ini melayani hak-hak dasar masyarakatnya untuk mengenyam pendidkan dasar di
sekolah negeri.
Bukan saja karena masalah klasik, di mana beberapa murid
tidak dapat diterima di sekolah negeri yang diinginkan karena keterbatasan ruangan.
Namun sistem PPDB online
tahun ke tahun bukan menjadi alat mempermudah masyarakat untuk mengakses layanan pendidikan,
malah berubah menjadi filter dan “memberangus” siswa untuk bersekolah.
Tahun ini penerapan PPDB Online dan zonasi semakin membuat harapan jauh panggang dari api.
Beberapa siswa yang “tidak diterima” bersekolah
di sekolah negeri menuai berbagai macam kecaman, protes, pemblokiran jalan oleh masyarakat. Bahkan jalan curang lain
ditempuh agar putra-putri mereka dapat bersekolah, salah satunya menyogok/menyuap pihak pendidik.
Penulis ingin mengingatkan kita semua pada UUD 1945 padaPasal 31
yang menyatakan:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
Inilah substansi dan roh pendidikan nasional Indonesia. Karena salah satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan berbangsa
dan menyamaratakan kualitas pendidikan negeri di seluruh Indonesia.
Masyarakat tidak diberi penghalang dan
kerumitan dalam bentuk apapun, termasuk bagaimana masuk dalam sekolah yang diinginkan.
Baik pada saat mendaftar hingga
proses belajar, selama itu masih merupakan layanan dasar pendidikan. Dan menjadi catatan penting,
pemerintah wajib membiayai, begitu amanat UUD 1945.
Menurut penulis permasalahan substansi penerimaan siswa baru untuk semua jenjang pendidikan
SD–SMA bukan pada mekanisme penerimaannya, namunlebih pada daya tampung sekolah dan
kualitas sekolah. Sehingga ketika mekanisme apapun dipakai, mau daftar langsung atau
online, goal seharusnya adalah bagaimana siswa tersebut bisa bersekolah.
PPDB online sudah menjadi strategi baru untuk mencengkeram masyarakat lantaran tak memahami hak
dan kewajibannya yang dilindungi negara dalam mendapatkan jaminan pendididkan dasar. Karena daya tampung kelas kurang,
penerapan sistem online
menjadi cara curang untuk menyembunyikan ketidakmampuan pemerintah yang
ingin melepas tanggungjawab pendidikan pada masyarakat dan swasta.
Seharusnya, tidak boleh seorang anak pun yang
ingin memperoleh layanan dasar pendidikan di
sekolah negeri terganjal hanya karena sistem penjaringannya. Jika banyak anak yang
tidak bisa masuk ke sekolah negeri lantaran sistem ini diberlakukan, hal ini menunjukkan pemerintah telah mengabaikan hak-hak dasar warga negara
(UUD 1945, pasal 31 (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Karena amanah konstitusi pasal 31 (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayai”. Jadi,
ketika ada anak umur sekolah dan anak
lulus sekolah, dia harus dijamin ketersediaan pendidikan untuk layanan dasar di
sekolah negeri. Jika tidak, pemerintah dapat disebut gagal, abai atau bahkan dapat dinyatakan melanggar
UUD 1945, karena telah menelantarkan tanggung jawabnya.
Solusi konkrit dari penulis, ketika Pemerintah Balikpapan atau daerah lainnya telah berjanji
dan sanggup menerapkan wajib belajar 12 tahun (SD-SMA)/sederajat, gratis
untuk warganya. Tepati dan laksanakan. Siapkan sarana prasarana sekolah negeri yang
disesuaikan dengan lulusan siswa setiap tahunnya.
Jangan ada kastanisasi sekolah favorit
dan pinggiran, pemerintah wajib menjamin kualitas dan
mutu setiap sekolah negeri harus sama sebagai layanan dasar pendidikan.
Sehingga tidak ada masyarakat yang
mencemooh sekolah negeri satu dengan lainnya. Lakukan pendataan setiap tahunnya,
berapa jumlah kelulusan siswa agar dapat dikalkulasikan dan
diseimbangkan dengan jumlah sekolah dan ruang belajar serta pendidik.
Berdasarkan hal itu,
penulis ingin sampaikan berbanggalah pemerintah seharusnya jika masyarakat berbondong-bondong menitipkan anaknya bersekolah
di negeri dengan segala keterbatasan tempat dan kualitasnya.
Masyarakat hanya ingin menggunakan hak dan menjalankan kewajibannya dan
meminta pemerintah melakukan perannya secara benar sesuai amanah konstitusi.
Pilihan di sekolah negeri itu membuktikan bahwa masyarakat masih percaya pada layanan pendidikan
yang diberikan pemerintah. Di tengah sistem pendidikan kita yang
setiap tahunnya tidak menentu. Jangan biarkan sistem pendidikan negara ini yang
berubah-ubah saban tahunnya mempersulit masyarakat dan kian menambah kerumitan mendapatkan akses untuk bersekolah di sekolah negeri.
Jangan biarkan PPDB Online itu menjadi sistem
pembunuh mimpi-mimpi generasi bangsa untuk mengecap pendidikan. Layaknya Ujian Nasional
(UN) yang gagal menjadi alat ukur peningkatan kualitas pendidikan negara ini. UN
akhirnya layu sebelum berkembang seirama ganti penentu kebijakan. Begitu pula PPDB
Online yang tidak memiliki substansi jelas tujuan muaranya,
mempersulit atau memberi kemudahan bagi masyarakat untuk menjalankan hak dan
kewajibannya mendapat pendidikan sesuai perintah UUD 1945.
PPDB Online berubah menjadi cara baru untuk menangguk keuntungan oknum-oknum tertentu.
System yang niatnya mulia ini akhirnya menjadi menyimpang. Masyarakat memasuki Dunia Pendidikan diawali dengan cara curang dengan segala centang perenangnya.
Dan ini harus segera dibenahi dan dievaluasi jika perlu dihentikan.
Langkah bijaknya adalah kita (pemerintah dan masyarakat)
harus menyadari, bahwa pendidikan dasar (SD – SMA)
adalah keharusan. Generasi yang cerdas merupakan modal SDM
bangsa ini ke depan. Jangan biarkan mereka tersenggal-senggal mengapai mimpinya,
lantaran diganjal dari sistem yang terus bermasalah dan
tak memiliki arah tujuan mempermudah akses masyarakat bersekolah.
Ketika hak dan
kewajiban masyarakat telah dilakukan namun tidak mendapatkan layanan dasar pendidikan di sekolah negeri hanya karena sistem penerimaannya. Hal
ini membuka ruang bagi semua pihak untuk dapat menggugat pemerintah yang abai dan
gagal menjalankan amanah konstitusi, yakni UUD 1945.
Penulis berharap pemerintah segera mencari langkah bijak ke depannya,
sebelum api dalam sekam membara dan berubah menjadi amuk sosial. Semoga. (*)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar