KABARKALTIM.Co.Id, Balikpapan - Perkembangan kemajuan Balikpapan sebagai salah satu kota, di wilayah bagian tengah Indonesia dan di provinsi Kalimanatan Timur, yang begitu pesat pembangunannya. Namun kemajuan tersebut ternyata berbanding terbalik dengan kondisi keuangan terkini pada pemerintah kota Balikapapan. Ini tentu mengejutkan. Dan, hal ini terungkap dari paparan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi di depan para peserta musyawarah perencanaan pembangunan (MUSRENBANG) di Balikpapan pada Kamis, 23 Maret 2017, kemarin. Rizal Effendi mengatakan: Kota Balikpapan bangkrut! Pemerintah kota
akan mengandalkan keberadaan minimarket untuk meraih pendapatan.
“Kondisi kita saat ini bangkrut. Perangkat daerah tidak keruan. Utang
kita pada penyedia makanan cukup besar. Bisa jadi, tahun ini satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) tidak ada kegiatan,” ungkap Wali Kota
Balikpapan Rizal Effendi.
Untuk jangka pendek, Rizal memastikan pemerintah tidak menyediakan konsumsi saat kegiatan.
Karena itu, di masa depan pihaknya akan mengajak perusahaan.
Diharapkan, mereka berkenan menggelontorkan bantuan corporate social
responsibility (CSR).
“Bagaimana tidak bangkrut. Uang kita hanya Rp260
miliar, tapi usulan musrenbang Rp6 triliun. Apa tidak kacau,” keluhnya.
Sepanjang tahun ini, PAD Balikpapan ditargetkan mencapai Rp613 miliar.
Rinciannya, pajak daerah Rp419 miliar, retribusi daerah Rp68 miliar,
hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan Rp26,4 miliar, dan potensi
PAD lain Rp99,9 miliar.
Lebih lanjut Rizal berencana akan meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) melalui sektor ritel, apalagi menjamurnya
minimarket bisa dijadikan sebagai acuan.
Sekretaris Badan Pengelola
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Balikpapan Ahdiansyah memaparkan usaha
minimarket waralaba moderen berpotensi dapat memberikan pemasukan daerah.
“Minimarket (usaha) waralaba itu bisa dipungut banyak kategori pajak, seperti
pajak bumi dan bangunan (PBB), reklame, penerangan jalan non-PLN, dan
pajak restoran,” ujarnya mencontohkan.
Rizal juga menjelaskan PBB akan dibebankan kepada pemilik bangunan, sedangkan pajak reklame dibebankan kepada pengusaha ritel.
Semua bentuk pemasangan logo, tulisan, atau warna yang mencirikan merek
dagang, sambung dia, juga bisa dipungut pajak. Apabila pemilik ritel
memiliki kendaraan delivery, pemasangan logo merek dagang juga akan
dikenai pajak reklame berjalan. [/maxor]
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar