November 17, 2016

Rendahnya Pengamalan 4 Pilar Kebangsaan Menjadi Ancaman NKRI

Sosialisasi 4 pilar kebangsaan. (baharsikki/kk)
BONTANG, KABARKALTIM. CO. ID- Sebenarnya, pemahaman masyarakat Bontang terhadap 4 pilar perekat Indonesia sudah diketahui. Hanya saja, terkadang penghayatan, pengamalan terhadap nilai Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari belum diimplementasikan secara baik dan benar. Sehingga, masih kadang timbul konflik mengancam keutuhan NKRI di tengah masyarakat yang heterogen,majemuk.

Wakil Ketua MPR RI Mahyuddin mengungkapkan, beberapa hari lalu. bom meledak di Samarinda. Ledakan bom itu di gereja Samarinda Seberang tewaskan anak usia dua tahun. Pelakunya, pernah dipenjara karena terbukti terlibat teroris. Begitu pula konflik sosial lainnya masih kadang terjadi di tempat lain. "Ini karena rendahnya penghayatan dan pengamalan terhadap empat pilar perekat bangsa Indonesia," kata politisi partai Golkar ini.


Diuraikan, permasalahan  suka, agama, dan ras (sara) sesungguhnya sejak dahulu sudah selesai. Sehingga rumusan Pancasila, yakni sila pertama disepakati menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam. "Ahok orangnya pintar. Cuma kadang omongnya itu offside. Sebagai pemimpin harus santun dalam berbicara. Tapi sudahlah. Jangan mudah terpancing," tutur Mahyuddin ketika sambutan membuka sosialisasi 4 pilar kebangsaaan di Aula Hotel Oak Tree, Bontang, Kamis (17/11/2016).

MPR RI itu, lanjut Mahyuddin, merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan tetinggi. MPR melantik presiden, dan bisa pula memberhentikan sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku. MPR punya kewenangan untuk mengamandemen UUD 1945. Kini yang berlaku UUD 1945 amandemen ke-4. Amanemen UUD 1945 bisa dilakukan bila 1/3  dari 692 anggota MPR RI mengusulkan, pasal yang rencana direvisi. Kemudian, dibahas dalam paripurna yang diikuti minimal 2/3 anggota MPR hadir. Dan, amandemen pasal  jadi dilakukan bila 2/3 peserta paripurna  yang hadir menyepakati perubahan  tersebut.

Disparitas pusat dan daerah, menurut Mahyuddin, sebagai biang kerok timbulnya konflik. Disahkan Undang- Undang 23 Tahun 2014  tentang pemerintahan daerah, mengakibatkan otonomi melemah.Karena beberapa kewenangan yang tadinya di tangan pemerintah daerah, kini dialihkan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Proyek besar  ini  banyak ditangani kementerian. Yang di daerah hanya kebagian urusan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). "Ngapai pusat urusi proyek. Limpahkan saja ke daerah- daerah," harap putra kelahiran Kaltim ini.

Sebelumnya Wakil Walikota Basri Rase mengeluhkan, dana perimbangan yang didapat Bontang turun hampir separu. Tahun 2005 APBD Bontang kisaran Rp 1,8 triliun, dan 2016 ini hanya senilai sekitar Rp 760 miliar. Masih dalam pembahasan. Tahun depan, 2017 APBD Bontang kira-kira tersisa Rp 756 miliar. Artinya kurang lagi skitar Rp 40 miliar. Dampak dari defisit anggaran ini, mengganggu aktivitas pembangunan di daerah ini.

"Undang-undang duapuluh tiga, tidak berpihak pada daerah," tegas Basri Rase di hadapan anggota MPR RI Popong Otje Djundjungan, Ketua DPRD Kutim Mahyunadi, undangan terhormat, serta sejumlah peserta sosialisasi 4 pilar kebangsaaan yang mayoritas pelajar dan mahasiswa. Acara sosialisasi 4 pilar kebangsaan terselenggara berkat kerja sama DPD KNPI Bontang dengan MPR RI. Insya Allah sosialisasi serupa dihelat pada Jumar (18/11/2016) di Gedung Serbaguna, Komplek Perkantoran Bukit Pelangi, Sangatta. (ri)
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM