Ilustrasi krisis keuangan (net) |
Ya mungkin gara-gara
ambisi-ambisi Pemerintah Pusat seluruhnya terimbas. Pemerintah Pusat
sudah mengabaikan dampak makro ekonomi yang diabaikan dengan dalih
pembangunan infrastruktur yang massif sebagai wujud keberhasilan
pembangunan, padahal ekonomi stabil juga merupakan hasil pembangunan
yang luar biasa.
Ibarat pengen rumah besar, beli mobil mewah dll, tetapi
uang tidak dihitung cukup apa tidak. Judulnya maksa, modalnya yakin
bisa.Sehingga jargon Uangnya Ada Yang Penting Mau Kerja. Pertama-tama
pinjam sana-sini, lalu mengambil hak warga (soal naikkan harga BBM kan
mengambil hak subsidi rakyat itu). Kemudian beralibi kepada kolega biar
tetap dapat pinjaman tunai (tax amnesty, repatriasi, bla bla bla...).
Juga palak saudara (uang daerah kemudian disikat juga).
Walhasil rumah cuma jadi gambar sketsa, mobil ditarik dealer, kreditur
nagih-nagih, tetangga dirugikan, kolega tak dapat kepastian, saudara naik
pitam. Berakhir dengan angan-angan, akibat nafsu besar tenaga kurang.
Ini-itu tidak dihitung matang-matang pakai kalkulator, melainkan pakai
perasaan Konsep ekonomi paling dasar dilupakan.
Jangan besar pasak
daripada tiang! Kendalikan pengeluaranmu! Hitung arus masuk dan keluar,
harus surplus setidaknya balance. Pangkalnya, kebijakan ajaib yang super
optimis, lalu itu menghambat arus investasi, kemudian mematikan bisnis
pelan-pelan, akhirnya sedikit sekali dapat uang karena perekonomian
berjalan pincang. Intinya tidak bisa kerja benar, tidak bisa cari uang,
begitu saja, karen outputnya tak terbantahkan.
Persoalan di
pemerintahan-pemerintah yang lalu adalah soal pembangunan yang dikorupsi
dan bla bla bla sehingga pembangunannya tidak maksimal.
Kalau di pemerintahan
yang sekarang persoalannya lebih mendasar lagi, karena belum masuk ke
tahap pembangunan, baru soal cari uang buat modal pembangunan, itu pun
gagal. Yang masalah ini sektor keuangan yang sangat rumit, penting bin
vital. Buat rumah tangga saja penting apalagi buat negara sebesar
Indonesia.
Dampaknya, lupakan
pembangunan, lupakan yang sekadar dikatakan cukup anggaran, jadi lupakan
roda pemerintahan berputar tak timpang, bahkan sekarang lupakan tidur
nyenyak. Hai Pemerintah Pusat! Itu jika kalian bertanggung jawab
terhadap nasib rakyat, kalau tidak, ya pasti kembali cuma mikirin soal
kampanye ke depan biar bisa terpilih kembali. Semua merasa lancar hingga
akhir tahun lalu di Pemerintah Daerah terutama yang sangat menggantungkan
diri dengan dana bagi hasil migas mulai terguncang, karena seiring
dengan harga minyak yang belum membaik maka mulai bergelimpangan
perusahaan batubara dan minyak di banyak daerah.
Akhirnya target
perolehan dana bagi hasil minyak tidak tercapai. paling sial adalah
daerah yang masih belum siap merubah industri ekstraktif menjadi
industri hilir yang padat tenaga kerja, hanya mengandalkan hasil alam
ternyata bukan jawaban.
Pengembangan kawasan
industri di luar Jawa adalah keniscayaan dengan sulitnya regulasi
terkait pengembangan kawasan industri plus persoalan hak atas tanah yg
menjadi momok dari proses pembangunan industri. Kaltim adalah daerah
yang terpukul parah saat ini karena tsunami anggaran.
Hampir separo
anggaran baik di level Provinsi menjadi hilang dan di Kabupaten/Kota
menjadi hilang, pembangunan tentu saja adalah hal mustahil yang bisa
dilakukan dengan kendala tidak tersedianya dana. Fasilitasi pinjaman
daerah juga bukan hal mudah yang bisa dilakukan sementara dana daerah
terbatas padahal yang dibangun adalah fasilitas publik yang penting dan
urgen.
Saran Pak Susilo
Bambang Yudhoyono dengan strategi Keep Buying Strategi yang pernah
disampaikan ke Presiden Jokowi harusnya menjadi perhatian yang cukup
karena merupakan success story bagaimana menahan gempuran krisis dengan
cara memberikan peluang baik dari Aparatur Negara maupun masyarakat
miskin agar tetap bisa membeli baik kebutuhan hidupnya maupun kebutuhan
lain sehingga program safety net ala SBY dulu lahir dari Raskin hingga
pemberian uang kepada masyarakat miskin sebagai kompensasi kenaikan BBM,
disiplin fiskal melalui tangan dingin Budiyono dilakukan sehingga
ekonomi dijaga tetap stabil sehingga investasi bisa masuk melalui banyak
jalur dengan aman dan tenang terutama di bursa saham, kebijakan
pembangunan dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan.
Sekarang ketika
sekelas Aparatur Negara saja kesulitan memberikan gaji dan insentif maka
keep buying strategi menjadi hal mustahil ditambah kontraktor lokal
tidak ada peluang mengerjakan proyek Pemerintah Daerah. Pemerintah
harusnya memikir ulang konsep pembangunan dengan mulai memberikan
Pemerintah Daerah wewenang lebih besar soal pembangunan infrastruktur
dan mengubah pola pembangunan sentralistis dengan pola Kementerian
Pekerjaan Umum menjadi pola baru yang memberikan wewenang penuh ke
Daerah dengan tentu saja arahan yang jelas soal prioritas infrastruktur
yang akan dibangun, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota bukan tidak
bisa mengerjakan tetapi tidak dibekali uang yang cukup buat bekerja.
Hal ini ditambah lagi
dengan Birokrasi pusat seperti Dinosaurus yang rakus bergerak lamban
mestinya banyak yang perlu dipangkas/dihilangkan untuk mengurangi beban
APBN, bukannya memangkas dana transfer ke daerah yang merupakan tindakan
yang konyol dan tidak memperhitungkan dampak yang ditimbulkan secara
masif seperti gelombangnya Tsunami, kenapa analogi tsunami yang digunakan karena kejadian di Aceh dan Sumatera Utara dengan tsunaminya
menghancurkan banyak hal yang untuk membangun butuh hampir Rp 42.7 T untuk
membangun ulang, dengan asumsi per tahun Kaltim hilang anggaran hilang
separuh dari provinsi dan semua kabupaten kota maka hampir 30 T uang Kaltim hilang yang artinya peluang warga Kaltim menikmati jalan yang
bagus, air bersih, bendungan menjadi hilang dalam sekejap, karena
problem fiskal yang salah jalan. SALAM KRISIS. (tim kabarkaltim)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar