Murid-murid SDN 014 Balikpapan Timur |
MAU TAHU? Ternyata di
kota yang menduduki peringkat pertama sebagai kota layak dihuni dengan
mengungguli salah satunya Daerah Istimewa Yogyakarta, masih ada anak
sekolah yang harus menempuh perjalanan berkilo-kilometer untuk bisa duduk belajar di bangku sekolah.
Ironis memang, dan sungguh memprihatinkan kalau melihat para murid yang sedang menuntut
ilmu pendidikan, sekalipun jaraknya jauh
antara rumah tinggal dengan sekolah, namun tetap saja dilakukan. Bayangkan saja dari rumah menuju sekolah
jaraknya 2 Km dengan ditempuh berjalan kaki selama 1,5 jam,
bahkan kalau cuaca sedang tidak bersahabat alias hujan, anak-anak itu sampai melepas sepatunya alas kaki mereka hingga kemudian ditenteng sampai ke sekolah.
Setelah sampai di sekolah anak-anak itu tidak memakainya,
tapi sepatunya diletakkan di depan kelas. Maka, masuk kelas pun anak-anak itu ceker ayam alias
tanpa alas kaki. Pemandangan memilukan
itu senantiasa dialami murid SDN 014
yang lokasinya berada di tengah-tengah perkebunan karet. Bayangkan saja dari
jalan raya Lamaru, Balikpapan Timur (Baltim)
menuju SDN 014 jaraknya 8 km, tepatnya di Jalan Gunung Traktor 6 Lamaru, namun demikian anak-anak tersebut tetap
bersemangat.
Marsudi SPd, sang
kepsek kepada media ini menjelaskan bahwa memang benar ada sebagian murid yang rumah
tinggalnya jauh dari sekolah, diperkirakan 1,5 Km dan mereka harus menempuhnya
berjalan kaki dengan memakan waktu hingga 60 menit lebih. Semua ini terjadi karena memang kondisinya
seperti itu, namun yang membuat bangga
anak-anak itu semangatnya tinggi. Bukan
hanya muridnya saja yang tinggalnya jauh dari sekolah, para guru pengajar di sini pun ada yang tinggal
di Lamaru dan Sepinggan.
”Walaupun saya ditempatkan menjadi kepsek di SDN 014 tetap
melaksanakan tugas sebagai kepsek dengan
ikhlas. Semua tanggung jawab telah saya laksanakan dengan penuh semangat,” ujar
Marsudi, Sabtu (11/6/2016).
Ketika disinggung kegiatan apa saja yang dilaksanakan selain belajar sebagaimana
sehari-sehari, menurut Marsudi di antaranya adalah melaksanakan sholat dzuhur berjamaah
yang dimulai Senin sampai Kamis, kemudian pada hari Jumat
melaksanakan salat berjamaah di masjid bersama guru.
Setelah melaksanakan sholat berjamaah
diteruskan dengan Taman Pendidikan Alqur’an (TPA). Anak-anak juga diajarkan bercocok tanam seperti bagaimana
cara menanam pohon singkong, pohon pisang dan lain-lain. Kemudian ekstrakurikuler yang masih aktif Pramuka, rabana. Jumlah murid saat ini sebanyak 54
anak dan 8 tenaga guru, mereka ditunjang sarana dan prasarana sekolah, meski masih
terbatas, terutama ruang kelas, karena keterbatasan ruang kelas hingga sampai
menggunakan ruang guru. Bahkan perumahan guru
juga digunakan untuk ruang kelas.
Semua ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan ruang kelas, walaupun serba terbatas, namun dalam proses
belajar mengajar di kelas tetap berjalan seperti biasa sebagiamana mestinya.
“Semua guru di sini tidak ada yang mengeluh. Semuanya bersemangat, namun yang paling penting adalah akan terus
meningkatkan kualitas pendidikan,” kata
Marsudi yang setiap harinya tetap bersemangat menjalankan tugas sebagai kepsek.
”Saya setiap pagi menuju sekolah dengan
menggunakan sepeda motor, dan kalau di
jalan melihat murid yang sedang jalan kaki biasanya saya ikutkan mbonceng dan itu kami lakukan setiap
pagi ketika hendak berangkat ke sekolah. Begitu pun pulangnya sama saja, karena ada sebagian anak didik kami yang
tinggalnya cukup jauh, namun demikian
anak-anak itu nampak bersemangat, walaupun harus berjalan kaki sepanjang 2 km,” ujar
Marsudi dengan raut wajah serius.
Ya, anak-anak bangsa itu memang harus tetap
bersekolah, meski harus berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya, dan
pemerintah seharusnya lebih peduli. (katono)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar