SANGATTA,KBARKALTIM.CO.ID- Proyek raksasa Kipi Maloy yang sering digembar-gemborkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak kini tersangkut hukum. Aparat penegak
hukum mulai dari bawah satu demi satu membui pencuri uang negara yang ikut dalam
tim pembebasan lahan Kawasan industri Pelabuhan Indonesia (Kipi) Maloy seluas
260 hektare periode 2011- 2013 dari
rencana pembebasan 1.000 hektare yang berlokasi di Kecamatan Kalirong,
Kabupaten Kutai Timur (Kutim), provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Kapolres AKBP Rino Eko.(bahar sikki/kk) |
Kapolres AKBP Rino Eko melalui Kasat Reskrim AKP Andika Dharma Sena membenarkan, adanya penahanan tiga
pelaku dugaan korupsi pembebasan lahan Kipi Maloy. “Mereka, kami sudah tahan,”
tegas Andhika di ruang kerjanya, Mapolres Kawasan Bukit Pelangi, Kamis
(16/6/2016).
Kanit Tipikor Iptu Abdul Rauf membeberkan, pihaknya sedang
menangani kasus korupsi pembebasan
lahan Kipi Maloy karena diduga merugikan
negara Rp 85 miliar. Pihak yang terlibat pembebasan lahan satu demi satu dipanggil Polres Kutim untuk dimintai
keterangan. “Kasus hampir sama dengan kasus korupsi pembebasan lahan di
pelabuhan Kenyamukan, Sangatta. Kasus Kenyamukan ditangani Polda Kaltim.
Sementara kasus Kipi Maloy ditangani kami (Polres Kutim, Red)” jelasnya.
Tiga tersangka korupsi yang sedang meringkuk di sel tahanan
Polres Kutim berinisial L ketika itu menjabat sebagai Ketua RT I Desa
Kaliorang, Kecamatan Kaliorang. Berikut yang ditahan berinisial H selaku kepala
dusun, serta inisial A jabatan sekretaris desa. “Kepala Desa Kaliorang Hajir
lebih duluan masuk penjara pada kasus korupsi pembebasan lahan Kipi Maloy,”
ungkap Abdul Rauf.
Modus korupsi yang dilakukan tersangka, yakni melakukan
pembuatan dokumen surat tanah ilegal pada tumpang tindih kepemilikan tanah.
Mereka melakukan praktik persengkokolan jahat membikin Surat Keterangan Tanah
(SKT) dengan mendapat jatah lahan dari pemohon yang mengaku pemilik lahan di
dalam kawasan Kipi Maloy. Dari praktik
penyimpangan hkum itu mereka ada yang
dapat 1 hektare jatah, dan ada yang 12 hektare. Dokumen tanah tersebut dipakai sebagai salah
satu pelengkap persyaratan pembebasan lahan. Ketika itu lahan di Kipi Maloy
diganti rugi pembebasannya senilai Rp 100 juta per hektare, belum termasuk
tanam tumbuhnya.
Polres Kutim sudah memanggil Kepala Dinas Pengendalian Lahan dan Tata Ruang (PLTR) Ardiansyah untuk dimintai keterangan
sebagai saksi. Ardiansyah diminta sebagai saksi terkait jabatannya selaku
kepala Dinas PLTR ketika itu soal SPPT
(Surat Perintah Pembayaran Tanah, Red). Ketika Ardiansyah dimintai keterangan
lanjut Abdul Rauf, kepala Dinas PLTR mengaku pencairan dana pembebasan tidak
bisa disalurkan bila tidak dibuhuhi tanda tangan tersangka H,A dan L.
Pengembangan kasus korupsi Kipi Maloy terus dilakukan. Dan,
menurut Kanit Tipikor, bakal menyusul ada tersangka baru yang lain. Mungkin
status sosial yang diincar penegak hukum Tipikor lebih besar. Polres Kutim
dalam penanganan kasus korupsi pembebasan lahan Kipi Maloy memang sengaja dimulai dari level bawah hingga level pucuk.
Terpisah, penerima kuasa Lukman dari Yusuf selaku pemilik
tanah seluas 24 hektare di kawasan Kipi Maloy mengaku pihaknya belum terima
uang pembebasan tanah. Padahal telah
dibuat kesepakatan Rabu (21/8/2013) di Kantor Bupati, Bukit Pelangi oleh Camat
Hanasiah, Kades Hajir, serta pemilik lahan (Yusuf) yang diteken Ismunandar
selaku Sekretaris Kabupaten Kutim waktu itu. Isi pernyataan kesepakatan, “bahwa
pembayaran ganti rugi lahan paling lambat 1 Sepetember 2013”. Namun, realisasasinya
sampai berita ini ditulis Senin (20/6/2016) belum ada pembayaran. Memang
persetujuan besaran nilai ganti rugi lahan di Kipi Maloy ketika itu Rp 100 juta
per hektare. Tapi pemilik lahan yang sudah dibayar di sana tidak utuh menerima Rp 100 juta, tapi
yang diterima kurang dari Rp 100 juta. “Memang luar biasa kongkalikongnya soal
pembebasan lahan di Kipi Maloy,” keluh Lukman ketika ditemui di Kantor Bupati
Bukit Pelangi, belum lama ini. (ri)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar