Doktor Rachmat (paling kanan) |
Dari berbagai jenis pencemaran yang terjadi di planet bumi di antaranya pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran padatan (plastik, kaca dan logam dan lainnya). Dari berbagai jenis bahan pencemar tersebut, di sini akan penulis kritisi salah satu di antara penyebab pencemaran yang lain yaitu pencemaran udara, terutama yang ada kaitannya dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan subsidi bagi aparat pemerintah terhadap pembelian motor/mobil listrik untuk berikutnya.
Kebijakan pemerintah tersebut tentunya wajib kita apresiasi dengan positif, karena tujuannya menekan peningkatan pencemaran udara oleh CO2 (carbondioksida) terutama yang dihasilkan dari kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin (Petramax, Premium), Solar dan lainnya (bahan bakar fosi ), di mana bahan bakar ini berdampak buruk terhadap kualitas udara, lingkungan hidup bahkan berdampak sampai perubahan iklim.
Bahan bakar fosil di samping menyebabkan pencemaran udara juga bahan bakar tersebut lama-kelamaan jumlahnya semakin berkurang bahkan bisa habis, karena bahan bakar tersebut tidak bisa diperbaharui (renewable), yang menyebabkan iklim di Indonesia tidak menentu dan muncul berbagai bencana alam di sana sini seperti : musim hujan berkepanjangan, musim panas berkepanjangan, angin puting beliung, angin topan dan tornado dan lainnya.
Kembali inti permasalahan, apakah pemberian subsidi bertujuan mengalihkan atau mengurangi penggunaan motor bensin diganti dengan motor listrik agar dapat menekan penghasil CO2? Atau paling tidak dapat menekan produksi motor Premium/Pertamax dan solar, dan beralih motor listrik yang bersih dan tidak menimbulkan pencemaran udara. Pasalnya mengganti energi fosil pada dasarnya penyebab pencemaran di Indonesia khususnya di kota-kota besar penyebabnya adalah kendaraan bermotor, walaupun masih ada lagi yaitu pabrik-pabrik/industri-industri besar. Dari dua unsur inilah yang merupakan sumber pencemaran udara di Indonesia, walaupun sebenarnya masih banyak lagi sumbe pencemaran di lingkungan ini.
Bicara dari konteks ini yaitu menekan terjadinya pencemaran udara oleh carbondioksida, tetapi ada cara lain yang sangat membantu kebijakan pemerintah tentang Indonesia bersih, dengan cara penghijauan kembali dengan memperbanyak penanaman pohon-pohon baik di perkotaan maupun di desa-desa, disertai dengan pengurangan penebangan pohon atau pelarangan penebangan hutan cagar alam. Pada dasarnya tanaman-tanaman tersebut akan mengonsumsi gas CO2, sebagai filter dan akan memproduksi gas O2 (oksigen) yang kita butuhkan untuk pernapasan kita, dapat diartikan sebagai simbiosis mutualisme.
Apabila kebijakan pemerintah keluar dari konteks tersebut di atas, maka sudah barang tentu berdampak buruk, karena menambah kepadatan lalu lintas, sehingga menimbulkan kerawanan-kerawanan lalu lintas, karena mayoritas kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh sepeda motor.
Agar kebijakan pemerintah tersebut dapat direspon positif oleh masyarakat, hendaknya diikuti dengan kebijakan-kebijakan lain, seperti harga lebih murah, pajak ringan, perawatan dan suku cadang tersedia, dengan kata lain purna jual harus diperhatikan dengan sebaik.
Untuk mendukung kebijakan pemerintah yang sudah disosialisasikan hendaknya didukung kebijakan-kebijakan lain yang lebih populis. Seperti kebijakan pemerintah tentang lingkungan industri yang bersih, artinya lingkungan industri-industri besar harus bersih dari gas buang CO2 dengan sistem bahwa gas buang harus diproses lagi sehingga dapat menghasilkan oksigen murni yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Menginggat program pemerintah ini juga merupakan program dunia, hendaknya pemerintah dalam bersikap dan bertindak jangan setengah hati, sehingga dapat memberikan dampak besar terhadap kebersihan, kenyamanan dan kelestarian terhadap lingkungan, baik secara regional, nasional dan global.
Demikianlah sekelumit apresiasi kami terhadap kebijakan pemerintah tentang Indonesia yang bersih, sehat, hijau dan aman serta berkelanjutan untuk generasi berikutnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar