Dialog soal pertanahan. (baharsikki/kk) |
KUTIM,
KABARKALTIM.CO.ID- Tanah di wilayah Kabupaten Kutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur banyak menuai masalah. Pasalnya, wilayah
Kutim sebahagian masuk dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), tapi
di situ pula ada pemukiman warga. Bahkan, ada kecamatan, semua
wilayahnya masuk dalam kawasan Hutan Lindung maupun Taman Nasional
Kutai (TNK). Meskipun sudah ada pelepasan 7.816 hektare keluar dari
kawasan TNK, tapi di lapangan belum ada tapal batas terkait Areal
Penggunaan Lain (APL).
“Wilayah
Kecamatan Batu Ampar sebahagian masuk kawasan KBK. Bahkan, Desa Himba
Lesstari, semua wilayahnya masuk kawasan hutan. Bagaimana ini bila
ada warga minta rekomendasi pada camat untuk keperluan bantuan bibit
ke Dinas Perkebunan atau Dinas Pertanian. Apakah tidak berimplikasi
pada hukum bila camat tetap keluarkan rekomendasi bantuan,” tanya
Camat Suriansyah.
Sebelumnya,
Camat Sangatta Utara Basyuni menyatakan, pihaknya senang melaksanakan
program identifikasi kepemilikan tanah di wilayahnya. Hanya saja,
belum semua camat mendapat sertifikasi terkait Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Di beberapa kecamatan belum ada kenotariatan. Sementara
beberapa camat belum berwenang untuk selaku PPAT Sementara.
“Camat
perlu di-PPATs-kan. Agar warga dengan mudah mengurus legalitas hak
mereka.” Harap Basyuni optimistis.
Di
dalam Peeraturan Bupati Kutai Timur (Perbup Kutim) Nomor 42 Tahun
2014 tentang tanah. Ada yang belum jelas kepastian hukumnya. Kalau di
Kutai Kartanegara, menyatakan mengurusan legalitas tanah dibebankan
pada pemohon. Sementara di Perbup Kutim tidak tegas. Apakah biaya
pengurusan tanah dibebankan pada pemohon atau di tanggung Pemkab.
“Kalau
misalnya, biaya dibebankan pada pemohon. Apakah itu tidak termasuk
pungutan liar. Kalau biaya dibebankan pada kecamatan, sementara
kecamatan sendiri tak punya biaya. Ini dilematis,” kata Camat
Rantau Pulung Mulyono di ruang Meranti. Kantor Bupati Bukit Pelangi, Sangatta, Senin (2/3/2020).
Selanjutnya,
Asisten Tata Praja Sekkab Suko Buono menyatakan, sepanjang kegiatan
itu mengikuti aturan yang berlaku, menurutnya tak masalah.
Terpisah,
warga Kecamatan Teluk Pandan menyebutkan, dirinya punya tanah di
kawasan hutang lindung. Tanah yang digarapnya itu, belum ada
sertifikat-nya. Tapi dia sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
tiap tahun.
“Bukan
hanya bangunan yang kena pajak, tapi tanahnya pun sudah dipajak.
Rincian pajaknya di kertas tagihan pajak nilainya ditulis terpisah.
Untuk urus segel tanah kavlingan saja biayanya sampai satu juta
delapan ratus ribu rupiah per surat. Itu baru ditingkat desa. Di
tingkat kecamatan biayanya lebih tinggi lagi,”
bebernya..(baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar