Catatan Akhir Tahun IPW : Neta S Pane
Ketua Presidium Ind Police Watch
Kapolri Idham Azis |
Ind
Police Watch (IPW) menilai, sangat ironis jika Presiden akan menghapus
sejumlah eselon di departemen, sementara Polri asyik melebarkan
organisasinya, seperti menjadikan Brimob dan Humas dipimpin jenderal
bintang tiga dan penambahan Kapolresta dipimpin Kombes.
Di
era milineal sekarang ini, Polri perlu segera menata organisasi dan
personelnya, dengan mengedepankan IT, sehingga secara bertahap
kepolisian menuju Polri 4.0. Saat ini konsep lama Polri sudah sangat
ketinggalan zaman dan menjadi beban berkepanjangan bagi organisasi.
Rasio
1:750 milik Polri yang mengacu pada rasio PBB sudah tidak rasional
lagi. Negara-negara maju dan modern tidak lagi memakai rasio tersebut.
Justru jumlah polisi dikurangi secara signifikan dan kekurangan personel
ditutupi dengan IT, sehingga CCTV menjadi mata kepolisian dimana mana.
Dengan
CCTV dimana mana, polisi modern bisa bereaksi cepat dan 15 menit tiba
di TKP. Teknologi menjadi andalan kepolisian dalam melindungi
masyarakat.
Dengan berkembangnya konsep Polisi 4.0, kepolisian di negara-negara maju
tidak lagi menggeber rekruitmen polisi secara besar-besaran. Tapi
rekrutmen secara terbatas.
Sementara
Polri setiap tahunnya merekrut 9.500 anggota baru, yang 300 di
antaranya untuk Akpol. Akibatnya, terjadi penumpukan personel
kepolisian. Jumlah Kombes yang menganggur kian banyak. Belum lagi jumlah
AKBP yang menganggur lebih dari tiga kali lipat.
Akibat hal ini saat lengser sebagai Kapolri, Tito Karnavian minta maaf akibat banyaknya jumlah Kombes nganggur
saat ini.
Semua itu terjadi akibat Polri belum mengubah konsepnya sebagai polisi
modern. Kata-kata modern hanya dijadikan retorika dan belum dilaksanakan
secara benar dan serius.
Kesadaran
untuk mengembangkan Polri 4.0 belum tercipta. Akibatnya, organisasi
Polri kian tambun dan sulit bergerak serta tidak lincah dalam melindungi
masyarakat. Dalam kondisi ini, jalan pintas pun diambil para elit
Polri. Banyaknya jumlah Kombes disikapi dengan penambahan sejumlah
struktur baru, dengan pangkat Brigjen, Irjen hingga Komjen.
Selain
itu, para jenderal Polri didorong bertugas ke luar institusi
kepolisian. Sehingga jenderal polisi kian banyak dan ada dimana-mana.
Indonesia pun seakan menjadi negara polisi. Di sisi lain anggaran Polri
yang terus bertambah setiap tahun tersedot untuk tunjangan dan fasilitas
para jenderal yang terus bertambah jumlahnya.
Situasi
buruk di Polri ini harus disudahi. Reformasi Polri harus dikembalikan
ke khitahnya agar melahirkan Polri yang efisien, efektif, profesional,
modern dan terpercaya. Bukan Reformasi Polri yang melahirkan jenderal
di mana-mana.
Sebab itu Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi Polri harus segera
mendorong Kapolri Idham Azis melahirkan Polri 4.0.
Selain
itu untuk menyikapi kelebihan Kombes dan AKBP, penerimaan Akpol perlu
dimoratorium dua atau tiga tahun ke depan. Lalu ditawarkan pensiun dini
kepada para Kombes yang sudah "mentok". Setelah itu organisasi Polri
dirampingkan dan kinerja kepolisian ditata ulang menuju polisi yang
efisien, efektif, Profesional, Modern dan Terpercaya, dengan IT dan CCTV
dimana-mana sebagai pengganti polisi manusia.
Sebab,
makin banyaknya polisi manusia di lapangan persoalan bukannya cepat
selesai tapi makin banyak persoalan baru dan rumit, yang membuat konsep
profesional, modern dan terpercaya Polri diragukan banyak pihak.
Untuk
itu di tahun 2020, Polri perlu serius menata organisasinya,
mengevaluasi SDM dan alutsistanya untuk kemudian dibuat grand desain
menuju polisi modern yang Polri 4.0. Sehingga Polri Promoter benar
adanya dan bukan sekadar Promoter yang diplesetkan menjadi Promosi
Orang-orang Tertentu. (*)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar