KUTIM,
KABARKALTIM.CO.ID- Perjanjian
kerjasama penanganan kasus korupsi di lingkup
Pemkab Kutim oleh Aparatur
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Inspektorat Kabupaten dengan Aparat Penegak
Hukum (APH) ditandai penyerahan petikan naskah dari Bupati Ismunandar kepada
Kajari Mulyadi, serta ke Kapolres AKPB Teddy di Ruang Meranti Sekretariat
Kabupaten Kawasan Bukit Pelangi, Senin (1/7/2019).
Jalin kerjasama. (baharsikki/kk) |
Bupati
Kutim mengimbau kepada pihak tertentu, apabila ada dugaan korupsi sebaiknya
dikoordinasikan lebih dahulu ke Inspektorat Wilayah Kabupaten. Karena mungkin
saja, menurut Ismunandar, itu hanya kesalahan administrasi. Dan, itu bisa
dilakukan perbaikan, sehingga tidak sampai pada ranah hukum.
Kalau
misalnya, ada masyarakat langsung melapor ke Polres Kutim terkait dugaan
korupsi, maka apakah ada batasan dalam perjanjian kerjasama ini membatasi agar
polisi atau kejaksaan tidak memproses kasus sebelum berkoordinasi dengan APIP.
“Ya, kalau ada laporan masyarakat masuk diterima polisi soal korupsi sebaiknya
dikoordinasikan,” harap bupati Kutim.
Karena
pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kutim 2019 Sebesar Rp 3.5
triliun lebih. Rincian belanja langsung Rp 2,3 triliun dan belanja tidak
langsung Rp 1,1 triliun. Serapan APBD per Juli 2019 capai 34 persen. Termasuk
pula Alokasi Dana Desa (ADD) harus dikelola efektif dan efisien berdasar
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Tujuan
PKS atau perjanjian kerja sama ini adalah menguatkan sinergitas dalam tukar
informasi APIP dengan APH agar pengelolaan dana lebih efektif dan efisien,”
kata Kepala Inspektorat Wilayah Kabupaten Jasril.
Terpisah,
warga Kutim angkat bicara soal PKS APIP dengan APH. “Bisa jadi kasus-kasus
korupsi tidak sampai di pengadilan. Antara Inspektorat dan aparat penegak hukum
seperti polisi dan kejaksaan ‘main mata’ ketika menerima laporan,” kata pria
berambut putih.
Kecurigaan
kuat, kata pria berkulit sawo matang, itu berdasar fakta. APBD Kutim tiga triliun lebih tiap tahun.
Bahkan pernah Rp 4 triliun lebih, tapi banyak proyek pembangunan terbengkalai.
Insentif pegawai dipotong bahkan pernah tidak dibayar tiga bulan. Utang Pemkab
miliaran rupiah. APBD Kutim habis, namun tak transparan uang itu dibelanjakan
untuk apa saja, sehingga warga miskin terbilang masih banyak. Serta gaji honorer belum sesuai Upah Minimun Kabupaten (UMK) yang ditetapkan berdasar kebutuhan layak hidup.
“Dahulu ada
beberapa kasus dugaan korupsi sempat mencuat. Tapi sampai saat ini, kasus-kasus
itu tetidur. Ada apa,” tanya pria tampak
bingung minta namanya tak ditulis. (baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar