SIARAN PERS IPW : Neta S Pane-Ketua Presidium Ind Police Watch
Jokowi dan Prabowo, kembali bertemu dalam debat capres keempat Sabtu (30/3/2019) |
Dalam debat keempat ini, kedua capres harus menyadari bahwa dalam eforia pilpres 2019 sudah berkembang biak dan berkamuflase kelompok radikal anti Pancasila, eks teroris dan preman jalanan, seolah-olah mereka adalah kekuatan capres tertentu.
Kelompok ini seolah berperan penting untuk memenangkan capres tersebut. Padahal manuver kelompok ini merupakan potensi ancaman keamanan, apalagi kelompok ini makin nekat melakukan aksi door to door.
Bagaimana pun Polri sebagai institusi penjaga keamanan harus mencermatinya, mendeteksinya, mengantisipasinya dan harus melakukan pagar betis terhadap manuver kelompok ini dan kenudian melajukan sapu bersih.
Sebab sudah menjadi tugas Polri sebagai aparatur negara untuk mengawal, mengamankan dan menjaga kelangsungan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai ideologi negara. Ironisnya, saat jajaran kepolisian melakukan tugasnya ini mereka dituding seolah-olah tidak netral dan ikut terlibat dalam kepentingan politik praktis.
Dalam kasus ini IPW berharap kedua capres melihat situasi ini dengan jernih dan jangan terprovokasi ulah kelompok-kelompok yang hendak mendegradasi Bhinneka Tunggal Ika dan mendegradasi hasil pilpres demi tujuan penghancuran ideologi Pancasila.
Dalam UUD 45 ditegaskan keamanan adalah menjadi tugas kepolisian, sedangkan pertahanan adalah tugas TNI. Selama ini, baik di era SBY maupun di era Jokowi, penanganan keamanan yang dilakukan Polri sudah cukup baik.
Indonesia relatif aman, meski di sana sini masih ada keluhan publik terhadap sikap perilaku anggota kepolisian dalam menjaga keamanan. Tapi secara umum keamanan Indonesia relatif stabil. Dalam hal pemberantasan terorisme masyarakat dunia mengakui kinerja Polri.
Namun dalam pemberantasan narkoba, Polri masih kedodoran karena masih banyak oknum Polri maupun di luar Polri yang bermain-main dengan narkoba dan mendapat manfaat dari sana. Sistem kerja Polri dalam menjaga keamanan Indonesia ini ke depan perlu diperkuat lagi dengan pengawasan yang ketat terhadap oknum-oknum kepolisian yang tidak profesional dan cenderung bertindak menyakiti rasa keadilan publik.
Sehingga keberhasilan Polri dalam menjaga keamanan tidak dirusak oleh ulah oknum-oknum yang mengkhianati sikap profesionalisme institusinya.
Untuk itu pengawasan ketat terhadap oknum-oknum Polri yang kerap berulah negatif perlu ditingkatkan, baik oleh Polri maupun institusi di luar Polri.
Hukuman yang tegas, mulai dari diseret ke pengadilan hingga pemecatan harus dilakukan agar ada efek jera bagi oknum Polri yang nakal. Dalam debat ini masing-masing capres perlu menjelaskan konsepnya dalam memperbaiki Polri secara utuh sehingga revolusi mental benar-benar bisa dilakukan terhadap institusi keamanan itu.
Perbaikan Polri yang signifikan itu menyangkut pengawasan ketat, tindakan tegas terhadap oknum yang menyimpang, satu sikap perkataan dengan perbuatan, atasan harus menjadi teladan, perbaiki fasilitas kerja kepolisian, perbaiki mata anggaran Polri, perbaiki penghasilan anggota Polri dan perbaiki struktur Polri hingga tidak tambunan tapi langsing, efisien, efektif dan dinamis.
Buat apa Polri kebanyakan jenderal dan kebanyakan anggota jika gaji personelnya sangat minim, yang kemudian menjadi benalu bagi masyarakat.
Dalam konsep kepolisian modern sebagai aparatur penjaga keamanan, jumlah anggota kepolisian harus dibatasi agar oraganisasi kepolisian efektif, efisien dan dinamis dengan penghasilan maksimal, kemudian tugas-tugasnya didukung oleh teknologi kepolisian atau IT dalam menjaga keamanan masyarakat.
Kedua capres harus memikirkan dan mempunyai konsep yang jelas untuk menata sistem keamanan dan Polri sebagai institusi yang mengurusinya.
(*)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar