Catatan Kecil Ketua DPR RI oleh : Bambang Soesatyo
MESKI
memiliki banyak tantangan, namun memasuki tahun keempat pemerintahan
Joko Widodo-Yusuf Kalla, situasi ekonomi, sosial, politik dan keamanan
relatif stabil.
Menuju akhir tahun 2018, dinamika politik di dalam negeri memang
cenderung semakin memanas.
Ada
sejumlah gerakan atau aksi yang membuat sebagian masyarakat tidak
nyaman. Kondusivitas sejumlah daerah pun sempat terganggu akibat manuver
politik.
Kendati demikian, pimpinan DPR memastikan bahwa stabilitas negara sangat
kondusif, baik di penghujung tahun ini maupun sepanjang 2019
mendatang.
Lebih
dari itu, bersama TNI dan Polri, pemerintah serta DPR juga memastikan
bahwa penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 akan berlangsung aman dan damai.
Pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres)
tetap akan menjadi pesta demokrasi sekaligus menjadi ruang bagi semua
komponen masyarakat melaksanakan kedaulatannya.
Politik dan Hamkamnas
Aktivitas
pemerintah dan DPR yang tetap fokus pada tugas-tugas kenegaraan maupun
kegiatan pembangunan menjadi bukti bahwa Indonesia sangat stabil dan
kondusif. Semua elemen masyarakat di semua daerah pun tetap menjalankan
aktivitas masing-masing sebagaimana biasanya.
Stabilitas
keamanan dan Kondusivitas negara terwujud karena TNI, Polri dan semua
unsur penegak hukum tetap mengelola aspek keamanan dan ketertiban umum
sebagaimana seharusnya.
Memang, ada upaya mengeskalasi tensi politik dengan sejumlah gerakan,
pernyataan provokatif hingga penghinaan kepada Presiden RI.
Namun,
segala sesuatunya bisa dikelola sebagaimana mestinya oleh aparat
keamanan dan maupun penegak hukum.
Untuk menyejukkan suasana, pimpinan DPR mendorong semua kekuatan politik
untuk lebih menahan diri. Silakan berkampanye sambil menyuarakan kritik
kepada pemerintah. Namun, jangan sampai kebebasan mengemukakan pendapat
itu disalahgunakan dengan melancarkan penghinaan kepada bangsa dan
negara, menghina lambang negara, atau memprovokasi publik.
Menuju
pelaksanaan Pileg dan Pilpres tahun 2019, sangat ideal jika semua
kekuatan politik lebih mengedepankan program-program yang realistis dan
solutif. Para politisi diharapkan bisa menjadi panutan, sehingga etika
dan moral patut dijunjung tinggi.
Terkait aktivitas Kedewanan sepanjang tahun 2018 yang masih banyak
menuai kritik, kami menerimanya dengan terbuka sebagai bahan koreksi
untuk perbaikan ke depan.
Namun,
kami juga merasa perlu untuk menyampaikan beberapa hal mengingat
DPR/MPR RI dan DPD RI, sesuai konstitusi adalah Lembaga Politik dan
Anggota di dalamnya adalah para pekerja politik yang dipilih langsung
oleh rakyat pemilihnya di daerah pemilihan masing-masing secara terus
menerus melalui pemilu setiap lima tahun sekali, maka tidak bisa
disamakan dengan para pekerja kantoran atau pabrik yang salah satu
ukuran kedisiplinan dan kinerjanya berdasarkan absensi.
Kita
tidak bisa menilai para pekerja politik atau buruh rakyat itu hanya
berdasarkan tingkat kehadiran mereka di parlemen tanpa melihat apa yang
mereka kerjakan di luar parlemen. Kerja-kerja politik mereka sebagai
anggota parlemen sekaligus sebagai anggota partai politik sesuai
undang-undang dan sumpah jabatan mengharuskan mereka lebih dekat ke
rakyat pemiihnya.
Jika
mereka dianggap malas atau bolos, biarkan rakyat pemilihnya di daerah
yang menilai, apakah mereka benar-benar bolos dan malas? Atau justru
sebaliknya, mereka rajin bekerja turun ke bawah berpanas-panas ke
desa-desa membantu konstetuennya serta menjalankan tugas-tugas kedewanan
seperti sosialisasi atau menyerap aspirasi, meninggalkan kemewahan
ruangan rapat yang dingin ber-AC.
Tapi,
jika ternyata mereka bolos dan malas. Maka, biarkan rakyat pemilih
mereka yang menghukum dengan tidak memilihnya kembali karena mereka
telah mengkhianati amanah yang sudah diberikan.
Dinamika Global
Ada beberapa faktor pada tingkat global yang harus terus menjadi
perhatian bersama.
Untuk
aspek politik luar negeri, Indonesia harus menunjukkan konsistensi
dalam menyikapi isu kemerdekaan Palestina dan isu pemindahan ibukota
Israel ke Yerusalem. Tak kalah pentingnya adalah juga mencermati
dinamika perekonomian global yang masih berselimut ketidakpastian.
Sektor ekonomi
Indonesia bersama banyak negara lain sedang menghadapi potensi
ketidakseimbangan (disequilibrium) baru, akibat kebijakan pengetatan
moneter di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), dan juga akibat
perang dagang AS versus Cina, serta sikap kurang bersahabat Presiden AS
Donald Trump terhadap WTO (World Trade Organization).
Akibatnya,
ada beberapa risiko yang tak bisa dihindari Indonesia. Antara lain,
terganggunya keseimbangan neraca transaksi berjalan, neraca pembayaran,
neraca perdagangan dan juga neraca jasa.
Masalah inilah yang harus dikelola dengan sangat hati-hati melalui
penyesuaian kebijakan. (*)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar