Desember 31, 2018

Di Balik Kikir dan Pelitnya Arab Saudi terhadap Indonesia

Ilustrasi: karikatur capres 2019 (*)
KABARKALTIM.CO.ID, Balikpapan -- Pesta demokrasi Pilpres 2019 hanya tinggal hampir empat bulan lagi. Segala ulasan dan analisis tentang hajatan besar demokrasi di negeri ini tersebut telah sangat banyak dipaparkan oleh para pakar dan pengamat dari berbagai disiplin ilmu. Begitupun tulisan dalam artikel yang telah redaksi pilih untuk dimuat di sini, kali ini. 

"Artikel berikut ini dengan judul asli "Di Balik Kikir dan Pelitnya Pemerintah Arab Saudi Terhadap Pemerintah Indonesia" tidak dimaksudkan untuk menyudutkan salah satu capres yang akan berlaga di Pilpres 2019, tapi ia tak lain hanya sebuah analisa kritis yang ingin memaparkan tinjauan dari sudut pandang seorang kiai yang juga sekaligus sebagai sosok penyair dan budayawan Indonesia."

Tulisan dalam artikel ini telah melalui pengeditan seperlunya. Oleh sebab itu, redaksi menganggapnya layak berita dan layak muat. Selebihnya terpulang pada masing-masing pembaca untuk menilainya secara bijak.

Penulis: KH. Bisri Musthafa*

Sekalipun keislaman salah satu Capres diragukan, namun pendukungnya ingin Indonesia menjadi Negara Islam. Arab Spring menargetkan Capres tersebut sebagai pembawa bara api "Arab Spring" yang ternyata masih terus berkobar dan sekarang mereka memindahkan kekuatannya dari Timur Tengah ke Asia dimana Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia menjadi sasarannya.


Pola-pola mereka sebenarnya bisa tampak jelas di sini. Mereka masuk melalui tempat ibadah dengan membangun logika berdasarkan kebanggaan beragama dan ideologi Khilafah, sekaligus peningkatan rasa kebencian terhadap pemerintah dan lunturnya rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air sendiri. Sama halnya yang mereka lakukan di Suriah, Irak, Afghanistan, Libya dan banyak negara Timur Tengah lainnya.

Dan fokus mereka ada di Pilpres 2019 ini. Ini Pilpres menentukan bagi kelompok Islam Wahabi, radikal, fundamental untuk menentukan peta kekuatan mereka selanjutnya. Mereka akan menguat di kubu kekuatan rezim orde baru dan oligarkinya yang telah puluhan tahun memayunginya.

Lembaga Survey Indonesia atau LSI, dirilis pada September 2018, mengumumkan hasil surveinya yang cukup mengagetkan, bahwa pendukung salah satu Capres, yang ingin Indonesia menjadi bercerai berai seperti Timur Tengah meningkat, dari Agustus 2018 yang sekitar 38,8 persen naik di bulan September 2018 menjadi 50 persen. Kenaikan yang signifikan dalam waktu hanya satu bulan. Dan dari survey LSI juga terbaca bahwa pendukung Capres yang suka Indonesia khas Pancasila menurun drastis.

Ini menunjukkan bahwa kelompok Islam Wahabi, Islam radikal fundamentalis merapat ke salah satu Capres tersebut. Mereka-mereka inilah yang ingin Indonesia bisa menjadi seperti negara Islam di Timur Tengah. Dan mereka membutuhkan kekuatan politik yang kuat untuk mewujudkan cita-citanya.

Survei LSI ini seharusnya disikapi sebagai peringatan yang berbahaya, bahwa ada kekuatan luar yang ingin menjadikan negeri berbhineka ini sebagai negara Islam dengan model NKRI bersyariah dengan sistem Khilafah.

Dan salah satu Capres tersebut adalah representasi oligarki dan kekuatan rezim orde baru sebagai "kuda tunggangan" yang baik karena ia membutuhkan suara demi kemenangannya. Karakter Capres ini selalu "welcome" pada setiap ideologi yang datang, lembek dan tidak tegas dalam menunjukkan nasionalismenya dan itu adalah peluang dan kelebihan bagi kelompok Islam Wahabi, Islam radikal fundamental ini. Mereka pasti akan all out untuk mendukung Capres itu, dengan segala cara, sekalipun tebar hoaks dan fitnah.

Hasil survei ini juga menjadi peringatan buat benteng penjaga NKRI, yang ingin tetap menjaga negeri ini berada di bawah ideologi Pancasila.

(Mungkin bisa dibayangkan) jika Capres itu nanti memerintah, maka kelompok Islam Wahabi, radikal, fundamental, intoleran yang akan menguasai banyak wilayah di NKRI dan mulai memberangus orang-orang atau lembaga yang berseberangan dengan mereka.

Kelompok Islam fundamental ini terkenal dengan pemaksaan kehendaknya melalui kekuatan massa. Dan kekuatan massa ini bisa mempengaruhi penilaian aparat kepolisian dan pengadilan.

Sangat ironis bagi non muslim dan muslim moderat yang mendukung Capres itu sebagai presiden di 2019. Apakah mereka tidak sadar bahwa dampaknya akan membuat mereka akan tertekan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bersama sebagai anak bangsa?

Hasil survey LSI memperkuat fakta bahwa:

1. Negara Saudi Arabia adalah sekutu utama Amerika Serikat dan Barat di kawasan Timur Tengah.

2. Islam Wahabi adalah Islam produk konspirasi Yahudi, Inggris dan Barat yang telah dirancang sebagai mesin penghancur Islam dari dalam dan alat agresi perang asimetris yang dilakukan oleh konspirasi imperialis kapitalis AS dan Barat untuk merebut kekuasaan di setiap negara berpenduduk muslim di belahan dunia.

3. Islam yang mendapat legitimasi dan diberlakukan oleh pemerintah Saudi Arabia adalah Islam Wahabi.

4. Pelit dan kikirnya setengah mati pemerintah Saudi Arabia terhadap pemerintah Indonesia yang notabene sesama negara muslim, akhirnya terkuak semua bahwa seluruh program bantuan dan sumbangannya telah disalurkan secara sistematis, terstruktur rapi melalui program  "Wahabisasi" di Indonesia. Sebuah program investasi politik jangka panjang bersama sekutu utama Amerika Serikat melalui jaringan gerakan Islam Wahabi di Indonesia untuk menggeser dan menggusur Islam yang telah lebih dahulu ada di Indonesia yang mayoritas adalah umat Islam Nahdliyin (NU) sebagai sokoguru kekuatan tegak berdirinya NKRI.

Fungsi, peranan dan tujuan Islam Wahabi yaitu untuk memecah belah Islam dan komponen kekuatan bangsa Indonesia.

Program Wahabisasi dalam bentuk kemasan "Islam modern" berupa pesantren-pesantren modern, sekolah Islam modern, pemberian beasiswa ke Timur Tengah, sarana dan prasarana bangunan sekolah modern, bangunan masjid dan mushalla di seluruh pelosok tanah air. Sebagai sarana pengkaderan, pendidikan dan politik dengan berbalut dakwah sunnah.

Label "modern" ternyata memberikan stigma dan implikasi yang tidak menguntungkan terhadap sistem pesantren dan pendidikan yang dikelola berada di lingkungan umat Nahdliyin (NU) sebagai pendidikan dan pesantren tradisional.

Kebaikan dari pemerintah dan umat Islam  Indonesia kepada pemerintah Saudi Arabia tiap hari, tiap bulan dan tiap tahun hingga hari kiamat, tanpa biaya promosi wisata sereal pun, berupa "wisata abadi" Umroh dan Haji dengan menyumbang devisa miliaran Rupiah, melalui dari carter pesawat, katering dan hotel milik jaringan Yahudi, hanya dibalas dengan ekspansi agama agresi untuk menghancurkan Indonesia.

5. Beredarnya berbagai fitnah, kegaduhan demi kegaduhan sejak pemerintahan presiden Jokowi menuju 2019 adalah tabiat dan perilaku politik konspirasi asing Amerika Serikat, CIA, kelompok Islam radikal Wahabi bersama kekuatan rezim orde baru dan oligarkinya ingin berkuasa kembali, dengan segala cara merebut kekuasaan dari tangan presiden Jokowi.

Saudi bersama Nabi, seratus delapan puluh derajat berbeda dengan Saudi saat bersama Wahabi, yang hidup di bawah ketiak konspirasi Amerika Serikat dan Yahudi.

Sampai qiyamat santri Nusantara akan terus menjaga  NKRI dari rongrongan penganut paham ngawur seperti HTI, ISIS & WAHABI! [*/mx] 

*Penulis adalah seorang kiai, budayawan, dan penyair, berdomisili di Jawa Tengah.

Editor: Max Oroh







Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM