SANGATTA, KABARKALTIM.CO.ID- Sudah empat tahunan Muhamamad Tahir Pekang
Alam Desa Manubar, Sandaran. (baharsikki/kk) |
"Bukan berarti warga Sandaran semua sudah kaya. Sehingga saya tolak Rastra. Ongkos angkutnya lebih besar ketimbang nilai harga Rastra. Makanya saya tolak. Biaya angkutan Rastra mau saya ambil dari mana," kata Tahir Pekang sedikit bingung ketika ditemui di Kantor Bupati Bukit Pelangi usai ikuti rapat koordinasi, Senin (12/3/2018).
Tahir Pekang menyatakan, dirinya menolak Rastra lantaran, ia meyakini bila Rastra itu terus disalurkan maka nantinya timbul persoalan. Tidak mungkin pemerintah kecamatan Sandaran menanggung ongkos angkut Rastra itu. Pemerintah Kecamatan Sandaran tidak cukup uang untuk ongkos angkutan. Ongkos angkut dibebankan kepada warga miskin, itu tak mungkin. Jangankan mereka untuk biaya angkutan beras. Untuk makan sehari-hari pun mereka belum cukup.
"Sebenarnya, warga Sandaran yang berhak mendapat bantuan Rastra sebanyak tujuh ratus orang dari sembilan ribu jiwa yang bermukim di enam desa Kecamatan Sandaran. Namun sudah beberapa tahun terakhir ini, mereka tidak menerima beras miskin," terangnya.
Karena bantuan Rastra itu merupakan program pemerintah pusat, maka pemerintah Kecamatan Sandaran belum bisa memfasilitasi penyaluran beras jenius premiun kepada warga yang lebih berhak menerimanya. Pasalnya, letak geografis wilayah Sandaran berada di wilayah paling ujung pesisir Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Jarak tempuh dari Kota Sangatta ke Sandaran bisa seharian. Itu kalau arus transportasi lancar. Yakni lewat jalan darat dari Sangatta ke Ronggang, Sangkulirang. dilanjutkan dari Ronggang naik Feri penyebarangan merapat di Susuk Luar. Naik mobil berjam-jam. Naik perahu. Naik mobil dengan kondisi jalan perusahaan yang masih tahap pengerasan.
"Bila musim angin selatan. Itu dikenal sebagai bulan janda. Karena gelombang laut cukup tinggi. Dan nelayan takut melaut," beber Tahir Pekang. (baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar