Tujuannya tak lain adalah mencapai hidup yang layak dan keseimbangan ekonomi (at-tawazun al-iqtishadi). Untuk itu, distribusi tanah/lahan merupakan jalan keluar mengatasi ketimpangan ekonomi. "Hal ini menujukkan bahwa Islam anti ketimpangan, termasuk di dalamnya ketimpangan ekonomi," ujar Wakil Ketua Lembaga Bathsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdul Moqsith Ghazali melalui siaran persnya, Minggu (26/11/2017) yang menyampaikan hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah dalam Munas-Konbes Alim Ulama PBNU.
Selain membahas distribusi tanah, komisi ini juga memfokuskan pembahasannya pada isu-isu konseptual dan tematik, antara lain zakat, infak dan sedekah. Menurut Moqsith demikian ia akrab disapa, negara memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan keseimbangan ekonomi melalui pendekatan preventif dan kuratif. Maka setidaknya ada empat jalan keluar yang bisa ditempuh: Pertama, menarik kembali tanah yang didistribusikan oleh pemerintah secara berlebihan.
Kedua, menarik kembali tanah Hak Guna Usaha yang tidak manfaat atau bermanfaat, tetapi tidak sebagaimana semestinya. Ketiga, membatasi Hak Guna Usaha untuk pengusaha baik jumlah lahan maupun waktu pengelolaan dengan prinsip keadilan. Keempat, mendistribusikan tanah yang dikuasai negara untuk fuqara dan masakin (kalangan fakir miskin), baik dalam bentuk tamlik (hak milik) atau ghairu tamlik (bukan hak milik) dengan prinsip keadilan.
Dalam laporannya, Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah juga menyinggung soal hak atas tanah. Komisi ini menyerukan agar tanah tidak dimonopoli oleh sebagian sehingga menciptakan ketimpangan. Komisi yang fokus pada materi perundang-undangan ini juga mendorong adanya payung hukum untuk kepentingan ini. (sonny majid)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar