Oktober 28, 2017

FBI Undang Kapolri Jenderal Tito Karnavian : Amerika Mengapresiasi Cara Polri Menangani Teroris


oleh : priyo suwarno (jurnalis senior)




Tito Karnavian
SELURUH dunia dipusingkan oleh aksi teror dan terorisme, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo pada awal memimpin negeri sudah menyebutkan ada tiga darurat di Indonesia, yaitu: darurat korupsi, darurat narkoba, dan darurat terorisme. Kiprah polisi menangani terorisme di negeri sudah sejak zaman dulu, kemudian semakin mantap dengan berdirinya Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror. Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan terorisme di Indonesia.

Pasukan khusus ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana. Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiterorisme yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. 


Densus 88 di pusat (Mabes Polri) berkekuatan diperkirakan ratusan personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu. 

Selain itu masing-masing kepolisian daerah juga memiliki unit antiteror yang disebut Densus 88, beranggotakan 45-75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang lebih terbatas. Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktivitas teror di daerah.

Melakukan penangkapan kepada personel atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan merupakan anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan negara RI.

foto ilustrasi (net)
Densus 88 adalah salah satu dari unit antiteror di Indonesia, di samping Detasemen C Gegana Brimob, Detasemen Penanggulangan Teror (Dengultor) TNI AD alias Grup 5 Anti Teror, Detasemen 81 Kopasus TNI AD (Kopasus sendiri sebagai pasukan khusus juga memiliki kemampuan antiteror), Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Korps Marinir TNI AL, Detasemen Bravo 90 (Denbravo) TNI AU, dan Satuan Antiteror BIN.

Bagaimana kondisi perang melawan teroris di Indonesia? Belum selesai! Kabar paling gers adalah Operasi Serentak, Densus 88 melakukan penggerebekan di enam wilayah Indonesia sekaligus menangkap sembila orang terduga teroris. Operasi penindakan serentak yang dilakukan pada hari ini, Selasa tanggal 24 Oktober 2017 di Sulawesi Selatan, Pekanbaru, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada penangkapan yang dilakukan DI Sulsel, Densus Antikorupsi meringkus Bakri alias Bakri Baroncong alias Aslam alias Pak Nur.

Penangkapan terbanyak dilakukan Densus 88 di Riau sekitar lima orang yakni Yoyok Handoko alias Abu Zaid, Wawan alias Abu Afif, Beni Samsu Trisno alias Abu Ibrohim, Handoko alias Abu Buchori, dan Nanang Kurniawan alias Abu Aisha. Di Jawa Timur ditangkap Muhammad Khoirudin dan Hasby. Sementara di Jawa Tengah dicokok Hendrasti Wijanarko alias Koko alias Jarwoko alias Lir Ilir. Sluruhnya ditangkap atas kasus terorisme yang berbeda-beda di berbagai daerah. Petugas masih melakukan pendalaman kepada sembilan terduga teroris tersebut.

foto ilustrasi (net)
Polri, khususnya Densus 88, saat harus lebih waspada akan terjadinya gelombang aksi teror di Indonesia, karena ada dua sebab. Jatuhnya ISIS di Suriah, Afghanistan dan Iraq. Dimana disanalah ratusan warga Indonesia sebagai simpatisan ISIS bergabung dan turut serta menjadi kombatan di wilayah itu. Begitu lokasi mereka sudah ditaklukkan oleh pemerintah setempat, mereka akan melarikan diri. Indonesia akan diluberi oleh kelompok-klompok mantan kombatan dari negeri Timur Tengah itu.

Kedua, militer Filipina pertengah bulan ini menyatakan telah berhasil melumpuhkan gerekan separatis/ pemberontak Kelompok Maute yang berafiliasi dengan ISIS. Setidaknya tiga tokoh utama pemimpin serangan ke Marawi sudah terbunuh, masing-masing: Isnilon Hapilon (pemimpin ISIS di Asia), Omarkhayyam Maute (pemimpin gerakan separatis Maute), serta mantan dosen University of Malay, Dr Mahmud Achmad. 

Setidaknya akan ada dua gelombang mantan kombatan asal Indonesia yang bakal kembali ke tanah air, yaitu mantan kombatan dari Timur Tengah dan mantan kombatan dari Marawi. Kaltim pun sudah melakukan antisipasi, Kapolda Kaltim Irjen (Pol) Saparuddin pun memerintahkan penjagaan lebih ketat di wilayah perbatasan. Brimoh dikerahkan untuk menjaga pintu gerbang masuk Kalimantan, di Nunukan, Tarakan dan Berau. Ke depan, polri sudah menyadari akan ada gelombang balik ke Indonesia.

Amerika Serikat sebagai negara adikuasa pun sangat disibukan dan menghadapi banyak kendala menangani aksi teror dan terosime di negaranya. Meski bergelar sebagai negara adikuasa, akan tetapi sampai saat ini pun negeri itu sering dan berkali-kali menjadi medan aksi teror.

Penembakan oleh seserorang atau sekelompok orang sering terjadi, kasus rasialis semakin meningkat akibat kebijaksanaan Presiden Donald Trum yang memberlakukan pembatasan imigrasi serta memasukan enam negara Timur Tengah da Afrika sebagai negara teroris.

Amerika Serikat memahami kondisi itu bagaimana cara mencegah dan menangani aksi teror di dalam negeri. Selanjutnya terdengar kabar FBI (Federal Beureu Investigatian) penjaga keamanan dalam negeri Amerika Serikat, berinisiatif mengundang Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian ke Amerika.

Kapolri terbang ke Amerika,  Kamis (26Tito mengatakan dirinya diundang untuk mengajari badan investigasi utama Amerika Serikat, FBI, tentang ilmu kontraterorisme. Tito mendapat undangan United Nation (PBB), FBI serta sebuah lembaga  think tank Amerika Serikat, Brookings Institute.

Tito mengatakan materi pelajaran kpada para agen FBI seputar tipe atau jenis jaringan-jaringan teroris secara spesifik. Selain itu, juga mengajarkan langkah-langkah kontraterorisme, terutama dengan metode pendekatan preventif.

Kapolri menegaskan bahwa dirinya datang ke sana untuk menimba ilmu, melainkan memberikan briefing kepada para top pimpinan FBI tentang tipologi karakteristik dari jaringan-jaringan teroris. Tito menilai upaya preventif, seperti soft approach, lebih efektif mengatasi terorisme dibanding penindakan kejahatan teroris, seperti operasi militer.

Hard approach, operasi militer di tempat-tempat tertentu, boleh saja dilakukan, tapi yang paling jitu menggunakan soft approach.  Lewat cara inilah petugas bisa langsung menyentuh ke hatinya untuk tidak berbuat terorisme.

Dalam acara FBI dan Think Tank Brooking Institution, Tito juga akan membahas hal yang sama. Kedua acara itu, menurut dia, berpengaruh terhadap penyelesaian terorisme global pada saat ini.

Kapolri Tito beserta istri, Tri Suswati, dan rombongan Bhayangkari berangkat dari Indonesia menuju New York, Amerika Serikat, Jumat, 27 Oktober 2017. Pilihan menghadirkan Tito sebagai narasumber untuk pemberantasan teroris sungguh tepat, selain sebagai Kapolri yang sudah memberikan bukti atas hasil kerjanya memberikan jaminan keamanan bagi ketertiban umum, selain itu Tito adalah jenderal yang pernah menjadbat sebagai pucuk pimpinan Densus 88, yang mempunyai segudang pengalamanan berhadapan dan mengahapi tingkat laku teror dan terosime di Indonesia.

Selayaknya kita banggsa jika selama ini selalu muncul pandangan stereotype, dimana Amerika Serikat sebagai negara adikuasa seolah menjadi ‘induk’ semua kegiatan. Tetapi kali ini, tokoh Indonesia, pemimpin keamanan dan ketertiban di dalam negeri Indonesia yang tidak lain adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal (Pol) Tito Karnavian justu sebaliknya memberikan ilmu kepada pimpinan FBI sebuah lembaga keamanan dalam negeri Amerika Serikat yang sangat disegani. (*)
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM