Juli 12, 2017

Abdul Sattar Edhi: "Bunda Teresa Islam"


Oleh: Prof Sumanto Al Qurtuby

Tercatat yayasan ini [Edhi Foundation - red.] mempunyai sekitar 1,800 minibus ambulance yang siap melayani warga miskin selama 24 jam gratis-tis. Tak peduli Muslim, Hindu, Kristen, dlsb, semua diangkut dengan ambulans-ambuansnya. Selama bertahun-tahun, selalu saja ada orang yang bertanya kepadanya: "Kenapa ambulans-ambulansmu dipakai untuk membawa orang-orang Kristen dan Hindu?" Ia pun selalu menjawab: "Karena ambulans-ambulans ini lebih Islami daripada kalian!"

Abdul Sattar Edhi
KABARKALTIM.CO.ID - Jika umat Kristen mempunyai Bunda Teresa, maka umat Islam memiliki Abdul Sattar Edhi. Keduanya sama-sama bak malaikat berhati mulia. Keduanya sama-sama menjadi tokoh humanis sejati yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk membantu umat manusia yang membutuhkan uluran tangan. Jiwa kemanusiaan kedua tokoh ini melampaui batas-batas etnis dan agama. Orang-orang memanggilnya sebagai "manusia miskin terkaya".

Lahir di India, kelak, pada tahun 1947, ia pindah ke Pakistan seiring pendirian negara baru ini sebagai pecahan India. Tidak jelas kapan ia dilahirkan. Tetapi banyak sumber menyebutnya antara 1926-1928. Karena tidak jelas kapan ia lahir itulah, maka seumur hidupnya ia tak pernah merayakan ulang tahun.
Pak Abdul Sattar Edhi terlahir dari keluarga sangat miskin. Tetapi itu tidak menghalanginya untuk berbuat baik dengan sesama. Awal karirnya setelah kepindahannya ke Karachi, Pakistan, ia bekerja sebagai seorang buruh pasar. Pada waktu ia bekerja di pasar itulah, ia menyaksikan banyak pengemis dan tuna wisma yang tidur di trotoar, jalan, dan emperan toko. Tetapi tak ada seorang pun yang tergerak hatinya untuk menolong mereka.


Akhirnya, ketika wabah flu menyerang Pakistan pada tahun 1950-an, banyak dari mereka yang menjadi korban. Maka ia pun tergerak hatinya untuk menyelamatkan mereka. Uang yang ia dapatkan dari bekerja sebagai buruh pasar itu, ia gunakan sebagai modal awal untuk mendirikan sebuah klinik gratis bagi warga miskin.

Ia meminta sejumlah mahasiswa kedokteran untuk membantunya menjadi relawan menolong para korban serangan flu tersebut. Di antara mahasiwa/i yang membantunya itu bernama Bilquis yang kelak menjadi istrinya dan turut mengembangkan program-program kemanusiaan.

Untuk melancarkan program-program kemanusiaannya, Abdul Sattar Edhi, pada tahun 1951, mendirikan sebuah yayasan bernama Edhi Foundation. Yayasan ini murni non-profit dan didedikasikan untuk kemanusiaan membantu fakir-miskin, anak yatim-piatu, para penyandang cacat fisik dan mental, dlsb.

Dalam mengelola yayasan, ia tak pernah meminta bantuan politisi dan pemerintah. Semua murni darinya dan bantuan suka rela warga. Yayasan ia kendalikan sendiri bersama istri dan anak-anaknya. Kini, berkat ketulusan dan dedikasinya, Edhi Foundation tercatat sebagai yayasan/lembaga amal dan sukarelawan terbesar di Pakistan dan mungkin di dunia.

Tercatat yayasan ini mempunyai sekitar 1,800 minibus ambulance yang siap melayani warga miskin selama 24 jam gratis-tis. Tak peduli Muslim, Hindu, Kristen, dlsb, semua diangkut dengan ambulans-ambuansnya. Selama bertahun-tahun, selalu saja ada orang yang bertanya kepadanya: "Kenapa ambulans-ambulansmu dipakai untuk membawa orang-orang Kristen dan Hindu?" Ia pun selalu menjawab: "Karena ambulans-ambulans ini lebih Islami daripada kalian". Bukan hanya ambulans saja, yayasan ini juga telah menyelamatkan lebih dari 20,000 bayi balita yang ditinggal orang tuanya, lebih dari 50,000 anak yatim-piatu, serta mengtraining lebih dari 40,000 tenaga medis untuk menjadi relawan kemanusiaan.

Selain itu, Edhi Foundation juga memiliki sekitar 330 "pusat-pusat kesejahteraan" di desa dan kota yang bisa digunakan sebagai dapur, klinik, rumah rehabilitasi, tempat pengungsian, dlsb, semua gratis untuk fakir-miskin. Edhi Foundation bukan hanya menolong warga Pakistan saja tetapi juga warga di seantero jagat ini.

Karena jasa-jasanya yang luar biasa untuk kemanusiaan inilah, tokoh yang sangat sederhana ini telah mendapatkan banyak sekali penghargaan dari dalam dan luar negeri.

Apa yang membuatnya begitu tergerak mendermakan hidupnya untuk kemanusiaan masih menjadi misteri. Tetapi dalam biografinya, ia menyebutkan pengalamannya merawat sang ibu yang terkena stroke selama 9 tahun saat ia masih anak-anak dan remaja telah membuatnya berpikir untuk menolong orang-orang tua, penyandang cacat, dan tidak mampu. Pengalaman dalam keluarganya itu ditambah pengalamannya sendiri melihat orang-orang miskin Pakistan yang tak terurus di jalan-jalan, telah membuatnya bertekad untuk mengabdikan diri bagi kemanusiaan.  Pernah suatu saat ia berkata,"Banyak orang bertuhan, beragama, dan berpendidikan tetapi tidak berperikemanusiaan".

Hari ini, tepat setahun lalu, beliau wafat. Tak pelak, kepulangannya ke hadirat Tuhan ditangisi jutaan orang. Pemerintah Pakistan menyebutnya sebagai "figur legenda yang paling dihormati". PM Nawas Sharif menyebutnya sebagai "Pelayan kemanusiaan terbesar". The Huffington Post menyebutnya sebagai "tokoh humanis terbesar dunia". Mungkin karena jasa-jasanya yang luar biasa bagi kemanusiaan, kematiannya pun diiringi dengan "upacara kenegaraan". Ia adalah satu-satunya warga biasa Pakistan yang wafatnya dihormati dengan upacara kenegaraan.

Semoga beliau damai di alam baka, dan semoga pula lahir Abdul Sattar Edhi - Abdul Sattar Edhi baru -- dari agama manapun, dari etnis manapun -- yang berjuang dan berdedikasi secara tulus untuk manusia dan kemanusiaan. [*\maxor]
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM