Tohar |
PENAJAM, KABARKALTIM.CO.ID–Defisit anggaran saat ini bisa dibilang telah menghantui
seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Betapa tidak, beberapa tahun sebelumnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten PPU pernah memiliki angka lebih dari Rp 2 triliun, kemudian turun
menjadi Rp 1,7 triliun hingga pada tahun 2016 hanya sebesar Rp 1,425 triliun. Bahkan
kini diprediksi pada 2017 APBD PPU akan
anjlok menjadi Rp 1, 03 trilyun.
Menghadapi itu, berbagai opsi telah disiapkan untuk siasati defisit
anggaran daerah akibat dipangkasnya pundi-pundi keuangan dari pemerintah pusat
tersebut. Bayangkan di PPU untuk APBD 2017 saja, diperkirakan defisit anggaran
yang terjadi mencapai besaran Rp 400 miliar,
sementara di tahun 2016 mengalami defisit hingga Rp 300 miliar sebagai dampak
penurunan penerimaan dana bagi hasil migas dari pusat.
Dalam kondisi demikian, pemkab PPU juga masih memiliki hutang untuk
pembayaran 25 paket kegiatan yang dibiayai anggaran tahun jamak (multiyears)
yang jumlahnya mencapai besaran lebih dari Rp 800 milyar hingga tahun 2018
mendatang.
Penurunan APBD akibat pendapatan keuangan negara sedang menurun, yang berdampak
pada pendapatan daerah ikut menurun. Penghematan
atau rasionalisasi anggaran mau-tidak mau harus dilakukan. Berbagai opsi pun
muncul dalam rangka mengatasi persolan tersebut. Diantaranya seperti mulai opsi
mencari pinjaman dana dari pihak kedua atau membatasi kegiatan pembangunan di
daerah. Opsi itu sebagai solusi hadapi defisit APBD PPU.
Belum lagi di lingkup pemerintah daerah. Dalam rangka efisiensi anggaran
saat ini berbagai kebijakan bagai PNS-nya harus dikeluarkan. Diantaranya seperti
mengurangi anggaran bagi perjalanan dinas, dan dimeminta bagi pejabat pengguna
anggaran atau masing-masing pimpinan SKPD agar mencermati pos belanja anggaran,
karena terjadi defisit pada kerangka anggaran.
Pemerintah
Kabupaten PPU saat ini juga lebih mencermati setiap pembayaran operasional
pelaksanaan program, terutama yang melibatkan pihak ketiga. Selain itu
Pemerintah daerah akan menunda setiap pembayaran yang sifatnya seremonial atau
tidak terlalu penting, kendati sudah disampaikan kepada bendahara umum daerah. Bukan
hanya itu, kegiatan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang sifatnya
seremonial untuk sementara juga akan ditunda, karena merosotnya keuangan
daerah.
"Pada 2016, pemerintah daerah berupaya melakukan penghematan
anggaran agar kekuatan anggaran pendanaan sepanjang tahun ini tercukupi. Salah
satunya dengan mengurangi pengeluaran untuk perjalanan dinas dimasing-masing
SKPD yang ada," kata Sekretaris Daerah Kabupaten PPU, H. Tohar dalam satu
kesempatan.
Defisit anggaran memang merupakan persoalan yang cukup memprihatinkan
semua. Dampaknya begitu besar dirasakan oleh seluruh masyarakat. Diantaranya
pembangunan berjalan selektif, perekonomian melambat, banyaknya pengangguran dan sebagainya. Bahkan berbagai wacana bagi
aparatur daerah bermunculan. Mulai pengurangan Tenaga Kerja Harian Lepas (THL),
pengurangan tunjangan PNS dan sebagainya.
Dalam
rangka menjawap itu, sesungguhnya berbagai hal juga telah dilakukan pemda PPU, dari
upaya mendapatkan pembiayaan dalam daerah, lobi-lobi di pemerintah pusat
serta pola kerja sama pemerintah swasta (KPS) dalam pembiayaan dan
pengerjaan beberapa proyek, dan upaya menggenjot PAD juga tidak bisa berbicara
banyak dari segi angka untuk dapat dikatakan cukup menggerakkan roda
pembangunan dengan kencang mengejar ketertinggalan.
Harus
diakui memang, pemerintah kabupaten PPU
saat ini sedang mengalami defisit anggaran yang cukup mengganggu konsentrasi
pembangunan yang sudah di canangkan baik yang sedang dan akan di kerjakan
banyak mengalami kendala teknis dari segi pembiayaan.
Upaya
yang dilakukan pemerintah kabupaten PPU memang terus dilakukan. Seperti opsi
yang dilakukan melalui pinjaman kepada pihak kedua. Opsi ini banyak yang
disikapi dengan pro dan kontra tentunya. Meskipun langkah dan upaya tersebut
sah-sah saja dan merupakan salah satu pilihan lazim yang juga dilakukan oleh
daerah-daerah lain.
Meski
demikian tetap memerlukan kajian mendalam, dengan rencana pinjaman yang
mencapai angka Rp 1 triliun bisa dipastikan adalah pinjaman jangka panjang
karenanya dibutuhkan kesepahaman eksekutif dan legislatif mengingat pinjaman
memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat
bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional yang jika
dianggap remeh bisa menjadi beban keuangan daerah dimasa mendatang. (subur priono)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar