SANGATTA,
KABARKALTIM.CO.ID- Guna menjaga agar Kabupaten Kutai
Timur (Kutim), Provinsi Kalimatan Timur (Kaltim) tetap dalam suasana kondusif, Kementerian Agama Kutim mengadakan pertemuan lintas agama dengan
mengikutkan tokoh agama : Islam, Hindu, Kristen, Budha, Katolik dan Khonghucu.
Acara dialog bertema, “Dengan Pengembangan Wawasan Multikultural Kita Bangun
Kebersamaan” dilangsungkan dua hari (31 Maret -1 April 2016) di Hotel Kutai
Permai, Sangatta Lama.
Tujuannya, menanggkal paham radikal agar tidak
menyebar di wilayah Kutim. Ketika membuka acara penting itu, Kepala Kantor
Kementerian Agama Kutim Fahmi Rasyad mengatakan, peradaban umat era globalisasi
dewasa ini makin memprihatikan. Pasalnya, tidak ada satu pun ajaran agama yang benar membolehkan konflik dengan penganut
agama lainnya.
“Yang ada, terkadang oknum tertentu kurang memahami secara utuh
agama yang dianutnya. Sehingga timbul reaksi seolah-olah apa yang dikerjakan
itu menurutnya sudah sesuai ajaran agama. Padahal mereka sudah terasut aliran
sesat. Paham radikal inilah yang mesti diwaspadai. Jangan sampai menyebar di
Kutim hingga meresahkan masyarakat, “ tukasnya usai menyanyikan lagu Indonesia
Raya dirigen Irawati.
Dicontohkan, perompak kelompok Abu Sayyaf menyandera 10 Warga
Negara Indonesia (WNI) dan Kapal Brahma !2 di Filipina merupakan aksi separatis
milisi Islam. Padahal ajaran Islam yang kaffah tidak membolehkan merompak.
Memang dalam hadist Rasuluullah Sallalahu Alaihi Wassalam menyatakan, kelak
Islam itu bakal terbagi 73 golongan (aliran). Tapi dari 73 golongan tersebut,
hanya satu golongan yang benar-benar
mengikuti Alquran dan hadist sebagai
pedoman hidup. Yang 72 aliran Islam lainnya hanya berpatokan pada opini yang
menyesatkan.
“Indonesia bukan lagi dijajah melalui
pertempuran dengan menggunakan senjata. Karena Indonesia sendiri sangat
kuat melawan penjajah. Jangankan pakai
senjata api, bangsa Indonesia pakai bambu runcing saja, penjajah bisa kalah.
Apalagi kalau TNI/Polri bersama warga dilengkapi peralatan modern, pasti musuh
berpikir panjang,” terang Fahmi Rasyad.
Lanjut dia, Kutim merupakan bagian dari
Indonesia sedang menjadi obyek (sasaran)
untuk diobok-obok melalui perang opini. Untuk itu, kita perlu hati-hati. Pihak
yang tidak bertanggung jawab terus berupaya mengobok-obok bangsa ini karena kaya
sumber daya alam (SDA). Termasuk pula Kutim yang kaya SDA seperti batubara,
migas, emas dan lainnya menjadi sasaran penyebaran aliran sesat. Karena penduduk
Kutim mayoritas Islam. Kutim beragam suku, dan agama, maka kualitas toleransi
umat beragama harus terus ditingkatkan.
Kendati Kutim masih tergolong daerah aman,
namun perlu tetap waspada. Adanya paguyuban menurut Fahmi bisa berdampak
positif terhadap pembangunan, dan bisa pula berdampak negatif. Kalau ego
kesukuan dikuatkan dalam membangun, bisa menimbulkan konflik horizontal. Tapi
kalau penguatan paguyuban dilakukan dengan
cara mempererat tali persaudaraan, maka kondusifitas bisa terjaga dengan
baik. “Kami tidak ingin hanya elit agama yang rukun di atas, sementara akar rumput,masyarakat
tidak,” tandas Fahmi usai mendengar lantunan doa yang dipimpin Aji Sabwan.
Melalui dialog wawasan multikultural itu,
Fahmi berharap kepada 30 peserta agar tidak mudah terpengaruh isu-isu yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kepada peserta setelah kembali ke wilayahnya
masing-masing agar ilmu, wawasan dan kesamaan pandangan yang diperoleh selama
pertemuan sebaiknya disampaikan kepada umatnya.
Kepala
Tata Usaha Kemenag Kutim Sofiansyah menambahkan, dalam pertemuan hadir
pematari dari Polres, Badan Kesatuan Pembangunan dan Politik (Bakesbangpol),
pihak Kantor Wilayah Kementerian Agama Kaltim, dan pemateri Ketua Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ustadz Amin Fatah. Anggaran kegiatan bersumber
dari Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) Kemenag Kutim. (bahar sikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar