Oktober 04, 2015

ORASI KEBUDAYAAN ZAWAWI IMRON : MEMAKNAI PANCASILA

REPORTASE : ENDAH PRIYATI (PENDIRI TAMAN KOMIK NUSANTARA)

SEMANGAT untuk melaksanakan ajaran Pancasila sesungguhnya sangat dibutuhkan di tengah tergerusnya nilai-nilai kebersamaan dan toleransi dalam spektrum kebhinekaan di era globalisasi saat ini. Ada secercah kegembiraan tatkala digelar sebuah kegiatan Orasi Kebudayaan bertema “Memaknai Pancasila”yang dibawakan dengan sangat memukau oleh Kyai Zawawi Imron yang bertutur tentang bagaimana menghidupkan spirit Pancasila, cinta dan penghormatan terhadap keragaman budaya Nusantara yang semestinya dikenal, dipelajari dan diaplikasikan dalam perilaku keseharian kita. 

Kyai Zawawi Imron adalah seorang budayawan dari Sumenep, Madura yang pernah menerima penghargaan "The S.E.A Write Award" di Bangkok, Thailand. Penghargaan yang beliau terima ini diberikan keluarga kerajaan Thailand khusus untuk para penulis dan penyair di kawasan ASEAN.
Orasi yang digelar di The Wahid Institute, Jakarta 2 Oktober 2015 ini dibuka dengan penuturan Kyai Zawawi Imron tentang makna kandungan naskah sastera I La Galigo sebagai sebuah epik mitologi dari Sulawesi Selatan, naskah terpanjang di dunia yang kini dikenal sebagai Memory of The World yang telah disahkan serta diakui oleh UNESCO. 

Zawawi Imron
Orasi selanjutnya beliau bertutur tentang filosofi Jawa “Memayu Hayuning Bawono” yang bermakna mengupayakan keselamatan hidup di dunia, mempercantik ibu pertiwi. Dalam hal ini konsep kearifan lokal dalam mencintai lingkungan hidup menjadi spiritualitas budaya yang condong pada penghayatan batin dan perilaku hidup keseharian. Ada pula petuah beliau yang berpesan untuk senantiasa mengolah rasa yang termaktub dalam filosofi Jawa “Ojo rumongso iso, ning sing iso rumongso”, yang mengingatkan manusia untuk selalu sadar diri bahwa di atas langit masih ada langit. Orang yang terlalu tinggi memanjat tanpa berpegangan akan jatuh dan merasa sakit jika terjatuh.

Kyai Zawawi Imron menuturkan pula filosofi masyarakat Minahasa “Si Tou Timou Tumou Tou” suatu ungkapan kalimat yang bermakna konsep manusia hidup untuk menghidupkan manusia. Dalam hal ini diutamakan interaksi sosial yang baik dalam hidup bermasyarakat, saling bekerja sama dan toleransi. 

Selanjutnya orasi kebudayaan ditutup dengan pembacaan resolusi jihad KH. Hasyim Asy’ari 10 November 1945 yang relevan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan beberapa puisi bernuansa sastera. Berikut ini adalah sepenggal puisi karya Kyai Zawawi Imron berjudul “Indonesia Tanah Sajadah” yang menyentuh batin kita sebagai anak bangsa Indonesia:


“Kita minum air Indonesia menjadi darah kita

Kita makan buah-buahan dan beras Indonesia menjadi daging kita

Kita menghirup udara Indonesia menjadi napas kita

Satu saat nanti kalau kita mati

Kita akan tidur pulas dalam pelukan bumi Indonesia

Daging kita yang hancur

Akan menyatu dengan harumnya bumi Indonesia



Tanah air yang indah

Harus diurus dengan hati yang indah

Hati yang taqarrub kepada Allah

Kalau Indonesia ingin tetap indah

Harus diurus dengan akhlak yang indah

Tanah air adalah ibunda kita

Siapa mencintainya

Harus menanaminya dengan benih-benih kebaikan dan kemajuan

Agar Indah yang indah semakin damai dan indah

Tanah air adalah sajadah

Siapa mencintainya

Jangan mencipratinya dengan darah

Jangan mengisinya dengan fitnah, maksiat, dan permusuhan”


Sudah selayaknya kita sebagai generasi muda tergerak untuk menghidupkan kembali spirit epik dalam naskah sastera I La Galigo dan aneka ragam makna filosofi yang mengandung kearifan lokal secara populer terutama di kalangan pelajar muda, seperti mempopulerkan dalam bentuk komik yang menarik. Beliaupun mengapresiasi komik dari Taman Komik Nusantara bertema Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang sudah final dan seyogyanya kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. (*)



Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM