Pengurus Forkom ketemu Ketua DPRD Joni (tengah). (baharsikki/kk) |
“Komunikasi dahulu dengan yang disebelah (bupati Kutim, Red),” saran Ketua DPRD Joni.
DPRD Kutim, lajut Joni, belum bisa ambil sikap apabila belum tahu seperti apa kemauan dari pemerintah eksekutif, “Kalau pemerintah menyatakan, tergantung dewan, maka DPRD bisa ambil sikap. Tapi kalau belum ada, maka dewan tidak bisa mengambil langkah”.
Kalau memang benar gaji tenaga medis belum dibayar tahun ini (Januari –Maret 2021). Ini perlu dipertanyakan. Tapi kalau bayar gaji terlambat cair hanya satu bulan, misalnya, itu masih biasa saja. “Mungkin ada proses administrasi yang mesti dilengkapi lebih dahulu,” kata Joni usai mendengar aspirasi pengurus Forkom TK2D.
Ketua Forkom TK2D Mursalim
menyampaikan beberapa kejanggalan terkait nasib ribuan honorer mengabdi di
Pemkab Kutim. Di antaranya, gaji belum sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Gaji sedikit, bayarnya bukan di awal bulan. Tapi gajiannya tak menentu kapan waktunya.
Juga soal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Itu masalah juga. “ Saya sendiri pernah alami. Saya
sakit, terus saya ke rumah sakit
Kudungga untuk berobat. Ternyata, kartu kesehatan tidak bisa digunakan dengan
alasan kedaluarsa. Bagaimana ini,” bebernya.
Belum lagi, faktanya, masih ada pegawai TK2D yang belum mendapat kartu kesehatan dari BPJS. Ada lagi soal perekrutan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, Red). Ada lagi pegawai honorer baru masuk, honorer lama diberhentikan. “Orangnya belum tamat, ijazah belum ada, tapi sudah menjadi pegawai honorer, bagaimana ini,” jelas Mursalim tampak bingung.
Honorer Pemkab Kutim sejatinya, tidak dianaktirikan dalam memperoleh hak-haknya sebagai warga negara. Perlu payung hukum terkait TK2D. Apakah itu Perda (PeraturanDaerah, Red). Agar hak dan kewajiban honorer tersebut bisa dirasa adil. (baharsikki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar