Suasana proses pembayaran di Kantor Desa Suka Rahmat. (baharsikki/kk) |
KUTIM,
KABARKALTIM.CO.ID- Nilai kompenasi tanah terdampak bentangan
kabel SUTT PLTU kapasitas 150 Kilovolt dilakukan tidak transparan.
Penetapan harga per meter tanah terdampak kabel SUTT hanya diketahui
pihak PT. Graha Power Kaltim (GPK) selaku kantraktor asing- China. Masyarakat terdampak tidak
diberitahu berapa harga per meter tiap bangunan atau tanah mereka
yang terdampak kabel SUTT.
“Kami
dijajah di negeri sendiri. Kami merasa ditipu. Kami dipaksa untuk
menerima harga kompensasi tanah yang ditetapkan GPK tanpa melalui
proses musyawarah,” kata ratusan warga Desa Suka Rahmat yang kesal
karena merasa diperlakukan tidak adil.
Proses
pencairan dana kompensasi terdampak kabel SUTT dilangsungkan di Balai
Pertemuan Umum (BPU) Kantor Desa Suka Rahmat, Kecamattan Teluk Pandan
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur terhitung 2 -3 Mei
2019.
“Saya
ke sini (Kantor Desa Suka Rahmat, Red, saya kira mau rapat pembahasan
harga per meter kompensasi tanah. Tak tahunya, ternyata, sedang
berlangsung pembayaran. Ini berarti kita dibodohi sama GPK,” ujar
warga yang diundang hadir lewat telepon, Kamis (2//5/2019).
Berdasar
Peraturan Menteri Energi, Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2018
dinyatakan, formulasi kompensasi yakni 15 persen dikali luas
tanah/bangunan dikali harga pasaran. Penetapan harga pasaran ini
warga tidak dilibatkan. GPK ngerampok hak warga. Kalau karyawan GPK
yang urusi pencairan uang kompensasi bila ditanya soal berapa besaran
nilai per meter, mereka (GPK) hanya menjawab, “itu bos yang tahu”.
Padahal
sejatinya di negeri yang berasas Pancasila, mengedepankan musyawarah
untuk mufakat dalam pengambilan keputusan. Tapi ini tidak dilakukan
GPK. “Saya masuk tadi di ruangan loket pembayaran. Saya tanyakan.
Tapi GPK tak mau sebut. Yang ditunjukan ke sayaa hanya total
kompensasi. Harga ganti rugi per meter, GPK tidak mau sebutkan ke
publik. Transparansi GPK ke warga tidak ada. Ada apa,” tanya pria muda
yang punya tanah dan bangunan terdampak kabel SUTT.
Kata
dia, pihak GPK menodong warga yang hendak mengetahui haknya dengan
kata-kata tidak enakan hati, “Kalau mau terima dicairkan. Tapi
kalau tidak mau, uangnya dititipkan di pengadilan”. Artinya, warga
dipaksa menerima keputusan GPK yang sesungguhnya tidak sesuai harapan
warga.
Seribu
rupiah pun harga kompensasi per meter, misalnya, warga ikhlas terima.
Asalkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tapi
masalahnya tidak pernah ada pembicaraan antara GPK dengan warga soal
harga per meter. “Saya pusing, kita-kita ini ditipu, dibodohi
lagi,” ujar pria berjenggot.
Masalahnya,
kabel SUTT sudah terbentang di tower 36 sampai tower 48. Warga
merasa berat hati menerima keputusan GPK. Warga merasa dipermainkan.
Tidak pernah diajak omong soal nilai kompensasi per meter. Dalam
rapat April 2019 lalu dipimpin Kepala Desa Parakkasi, warga memohon
agar pekerjaan bentangkan kabel SUTT dihentikan sementara. Sambil GPK
konsentrasi mengurusi penyelesaian kompensasi. Tapi Kades Suka Rahmat
sendiri tak mau pekerjaan disetop sebelum sampai tower 48. Kalau
begini faktanya, ratusan warga gigit jari. Telan liur tapi tidak
menghilangkan haus maupun lapar. (baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar