Kantor BKPP dan Pariwisata. (baharsikki/kk) |
KUTIM,
KABARKALTIM. CO.ID- Masalah pertanahan banyak terjadi di Kutim
(Kutai Timur, Red). Itu karena pemerintah tidak melaksanakan amanah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang ganti rugi pengadaan lahan
pembangunan fasilitas untuk kepentingan umum. Hal ini disampaikan
pengacara DR. (HC) Muhamad Ardi Hasim, SH. usai memasang spanduk
penyegelan Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP)
dan Kantor Pariwisata di sebelah gedung Ekspo, Sangatta, Senin
(11/3/2019).
Ardi
selaku kuasa hukum sengketa lahan seluas 6 hektare yang diklaim milik
Hatta DKK (Dan Kawan-Kawan, Red) melakukan penyegelan terhadap
bangunan beton yang kini difungsikan sebagai kantor BKPP dan
Pariwisata, lantaran ganti rugi lahan belum lunas.
“Kami
yang punya lahan, tapi kenapa ganti ruginya dibayar kepada Baharuddin
Hanang. Bukan kepada Hatta dan kawan-kawan. Artinya, ada salah
bayar,” ungkap Muhamad Ardi Hasim.
Ganti
rugi lahan ukuran 400 x 150 meter persegi berdasar Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) 2013 senilai Rp 12 miliar. Harganya Rp 200 ribu per
meter. Kalau sekarang (2019) berdasar NJOP tanah Hatta DKK senilai Rp
90 miliar. Terserah Pemkab mau bayar ganti rugi Rp 60 miliar, Hatta
DKK siap menerima. “Mau bayar tigapuluh miliar rupiah, juga kami
terima,” katanya.
Penyegelan
Kantor BKPP dan Pariwisata sebenarnya, sudah keduakalinya dilakukan.
Lantaran
pembayaran ganti rugi lahan belum diselesaikan. Senin, 14
Januari 2019 lalu, dilakukan aksi penyegelan pertama. Sewaktu itu,
pemerintah berjanji akan membayar ganti rugi lahan bulan Maret 2019
ini. “Tapi melalui pesawat telepon pelaksana tugas kepala Dinas
Pengendalian Lahan dan Tata Ruang Husni Hassan, katanya, pembayaran
ganti rugi lahan dilakukan. Tapi bukan kepada Hatta, melainkan kepada
Baharuddin Hanang,” beber Ardi Hasim.
Hatta DKK. (baharsikki/kk) |
Padahal
Hatta DKK memegang bukti surat kepemilikan lengkap terkait lahan yang
diklaim. Sepertinya, ada temuan?. Dan, juga penyelesaian sengketa
lahan ibarat pemerintah bermain catur. Ada kerugian negara. Jadi
penyegelan tetap dilakukan sampai ada pembayaran ganti rugi lahan.
Terpisah,
Wakil Bupati Kasmidi Bulang menyatakan, aktivitas layanan di Kantor
BKPP dan Pariwisata mestinya tetap jalan seperti biasa. “Saya sudah
berkoordinasi dengan Kapolres AKBP Teddy. Terkait dengan penyegelan,
pelayanan di kantor itu jangan sampai terganggu. Di situ layanan
urusan kepegawaian harus terus jalan,” tandasnya.
Setahu
Kasmidi Bulang, memang Pemkab Kutim sudah membayar sebahagian besar
ganti rugi lahan tersebut. Dan, masih ada sisa Rp 800 juta yang belum
lunas. Atau sekitar 20 persen dari harga total yang belum dilunasi.
“Angka total ganti rugi saya tidak ingat,” kilahnya.
Antara
kubu Baharuddin Hanang dan Hatta DKK, setahu wabup Kutim, dahulunya
kedua kelompok ini memang pernah sama-sama merintis lahan di situ.
“Maksud saya kalau memang benar. Ganti rugi lahan dibagi saja
dengan cara yang baik-baik. Atau lewat jalur hukum di pengadilan
saja. Mana yang menurut pengadilan benar berhak menerima ganti rugi,
maka itu yang dibayar,” imbuhnya.
Terkait
dengan aksi disegelnya kantor, Kepala BKPP Zainuddin Aspan
menyatakan, pihaknya terpaksa tidak masuk kantor guna menghindari
gesekan yang tidak diinginkan terjadi. Lebih baik libur saja bekerja
di kantor daripada nantinya terjadi apa-apa. “Mau apa. Kami mau
masuk kantor, kantor kami disegel,” kata Zai-sapaan akrab Zainuddin
Aspan. (baharsikki)
Baca Juga :
SDH jelas barang ini,siapa yang harus di bayar persoalannya ada keberpihakan disini,,,pertanyaanx adlh ada apa dgn PEMKAB
BalasHapusKelihatan lucu aja kalo tim 9 bisa salah bayar,waduhhh, kasihan yg awam klo semua pemimpin selaku pemegang amanah bersikap demikian,, melakukan PEMBENARAN dgn menyingkirkan KEBENARAN.
BalasHapus