Roma Malau. (baharsikki/kk) |
SANGATTA, KABARKALTIM.CO.ID- Meskipun pemerintah pusat memangkas alokasi anggaran untuk Pemkab Kutim, tapi pemerintah terus berupaya memberikan hak, khusus bagi 'umar bakri' yang mengabdi di daerah yang kini berusia 18 tahun setelah dimekarkan 12 Oktober 1999 berdasar Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999.
"Walau kondisi defisit anggaran, Pemkab Kutim tetap memberikan insentif kepada guru status PNS. Juga kepada guru status TK2D serta guru honor sekolah. Tiap guru non PNS diberi insentif empatratus limapuluh ribu rupiah tiap bulan per orang," jelas Sekretaris Dinas Pendidikan Roma Malau di ruang kerjanya, Kamis (30/11/2017).
Roma mengungkapkan, Pemkab Kutim telah mencairkan dana insentif guru non PNS kurang lebih kepada 4.000 orang. Termasuk non PNS yang status Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D) maupun guru status honor sekolah. Insentif guru TK2D sudah dibayar terhitung dari Januari - Oktober 2017. Sementara insentif guru honor sekolah masih dalam proses pengumpulan data demi pembayaran Juli -Oktober 2017. Nilai insentif pada triwulan I, II dan ketiga bervariasi. Itu disesuaikan kemampuan keuangan daerah.
"Khusus insentif guru di bulan Juni, itu ditanggung dana CSR (Corproate Social Responsibility, Red) Kaltim Prima Coal atau KPC untuk semua zona. Sisa CSR KPC berikut hanya insentif guru yang mengabdi di ring satu," jelas Roma Malau sesaat bertemu Wakil Ketua DPRd Encek UR Firgasih.
Penerima insentif ini termasuk guru yang mengajar di level Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SLTP). Jadi pembayaran insentif guru untuk November dan Desember tahun ini (2017), itu masih dalam proses. Uangnya sudah ada di Bagian Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Tinggal melengkapi persyaratan-persyaratan pencairan. "Waktu pencairan, saya belum bisa pastikan kapan. Tapi mungkin dalam waktu dekat. Dan nilainya insentifnya masih bertahan seperti nilai insentif bulan sebelumnya," paparnya.
Selanjutnya, 2018 mendatang, besaran insentif yang diterima guru, lagi-lagi berdasar kemampuan uang daerah, serta berdasarkan beban jam wajib kerja mengajar. Yakni minimal seorang guru mengajar 24 jam dalam sepekan. Guna untuk menyempurnakan waktu mengajar, maka guru di masing-masing sekolah diimbau untuk giat mengadakan pendidikan ekstra korikuler. Apakah korikuler itu bersifat rohanian, atau kegiatan kesiswaan, dan atau kegiatan pembentukan karakter terhadap anak didik. (baharsikki)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar