Suyoso Nantra |
SAMARINDA, KABARKALTIM.CO.ID-Jelang pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2015 mendatang, seruan disampaikan pemerhati sosial politik tanah air, Suyoso Nantra SSos MM. Menurut Ketua Yayasan Melati Bangsa Kota Balikpapan ini, pilkada serentak harus menghasilkan pemimpin kabupaten/kota maupun provinsi yang berkualitas. Jangan sampai anggaran yang sudah dikeluarkan dalam jumlah besar, hanya mubazir.
"Pihak-pihak terkait mulai dari KPU, Panwaslu, Bawaslu, LPM, pers dan aparat penegak hukum atau masyarakat luas, harus kritis. Pilkada serentak ini, harus menghasilkan kepala daerah yang berkualitas. Nah untuk menuju itu, prosesnya harus sesuai aturan yang berlaku," seru Suyoso yang merupakan putra pejuang Sangasan, Kalimantan Timur.
Jika ada calon yang terindikasi seperti money politic atau pelanggaran lainnya, pihak-pihak yang berkompeten dengan pelaksanaan pilkada, harus tegas mengambil sikap. "Hasilkan pemimpin yang benar-benar berkualitas, membela kepentingan rakyat, bukan pemimpin yang mencari kekayaan kantong pribadi," imbau Suyoso.
Sisi lain, Suyoso juga menyerukan semua elemen bangsa agar menjaga persatuan dan kesatuan. Jangan sampai perbedaan pilihan, memecah persatuan yang sudah terjaga selama ini.
"Berpolitik yang cerdas dan santun. Semuanya anak bangsa, saudara sendiri. Pilihan boleh beda, tapi tetap jaga persatuan dan kesatuan," tegas Suyoso.
Untuk menjadi informasi. Badan Pengawas Pemilu merilis indeks kerawanan pemilu (IKP) menjelang
pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015
mendatang. Ada lima variabel dan indikator yang dinilai dalam IKP ini.
"Identifikasi sejumlah potensi kerawanan ini diperlukan untuk memetakan strategi pengawasan yang berorientasi pencegahan dan juga penemuan pelanggaran yang sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan pilkada," kata Kabag Analisis dan Teknis Pengawasan Bawaslu Faisal Rahman, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Kelima variabel dan indikator itu meliputi profesionalitas penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat dan keamanan daerah. Kelima variable itu dirumuskan bersama antara Bawaslu RI dengan Bawaslu provinsi.
Untuk aspek profesionalitas penyelenggara, ada empat variabel yang dilihat yaitu ketersediaan dana, netralitas penyelenggara, kualitas DPT, dan kemudahan aspek. Sementara, untuk aspek politik uang ada tiga variable yang dinilai yaitu angka kemiskinan, alokasi bansos atau iklan pencitraan dan laporan politik uang dalam pileg dan pilpres.
"Kemudian, aspek akses pengawasan meliputi empat variabel yakni kondisi geografis, fasilitas listrik, fasilitas alat komunikasi dan akses transportasi," ujarnya.
Aspek partisipasi masyarakat meliputi tiga variable yakni partisipasi masyarakat dalam pileg dan pilpres, jumlah relawan demokrasi, dan pemantau di daerah. Sementara itu, aspek keamanan daerah meliputi dua variable yakni intimidasi ke penyelenggara dan kejadian kekerasan dalam pileg dan pilpres.
Faisal menambahkan, untuk setiap aspek yang dinilai, memiliki bobot yang berbeda. Aspek profesionealitas penyelenggara menjadi aspek dengan bobot nilai tertinggi yaitu 30 persen. Setelah itu, disusul aspek politik uang dan partisipasi masyarakat memiliki bobot 20 persen masing-masing.
"Akses pengawasan dan keamanan daerah memiliki bobot 15 persen masing-masing. Pembobotan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan aspek paling penting denhan dukungan sumber data yang memadahi," ujarnya. (tw/kompas.com)
"Identifikasi sejumlah potensi kerawanan ini diperlukan untuk memetakan strategi pengawasan yang berorientasi pencegahan dan juga penemuan pelanggaran yang sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan pilkada," kata Kabag Analisis dan Teknis Pengawasan Bawaslu Faisal Rahman, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Kelima variabel dan indikator itu meliputi profesionalitas penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat dan keamanan daerah. Kelima variable itu dirumuskan bersama antara Bawaslu RI dengan Bawaslu provinsi.
Untuk aspek profesionalitas penyelenggara, ada empat variabel yang dilihat yaitu ketersediaan dana, netralitas penyelenggara, kualitas DPT, dan kemudahan aspek. Sementara, untuk aspek politik uang ada tiga variable yang dinilai yaitu angka kemiskinan, alokasi bansos atau iklan pencitraan dan laporan politik uang dalam pileg dan pilpres.
"Kemudian, aspek akses pengawasan meliputi empat variabel yakni kondisi geografis, fasilitas listrik, fasilitas alat komunikasi dan akses transportasi," ujarnya.
Aspek partisipasi masyarakat meliputi tiga variable yakni partisipasi masyarakat dalam pileg dan pilpres, jumlah relawan demokrasi, dan pemantau di daerah. Sementara itu, aspek keamanan daerah meliputi dua variable yakni intimidasi ke penyelenggara dan kejadian kekerasan dalam pileg dan pilpres.
Faisal menambahkan, untuk setiap aspek yang dinilai, memiliki bobot yang berbeda. Aspek profesionealitas penyelenggara menjadi aspek dengan bobot nilai tertinggi yaitu 30 persen. Setelah itu, disusul aspek politik uang dan partisipasi masyarakat memiliki bobot 20 persen masing-masing.
"Akses pengawasan dan keamanan daerah memiliki bobot 15 persen masing-masing. Pembobotan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan aspek paling penting denhan dukungan sumber data yang memadahi," ujarnya. (tw/kompas.com)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar