Agustus 13, 2015

Rogue Nation, Mission Impossible paling memuaskan

‘Rogue Nation’ masih memakai formula yang sama, tapi film ini mengambil elemen terbaik dari pendahulunya, menjadikannya sebagai film ‘Mission: Impossible’ yang paling memuaskan.

Sejak film Mission: Impossible II yang menampilkan adegan opening panjat tebing yang berkesan, franchise Mission: Impossible seperti punya tradisi untuk selalu menghadirkan stunt yang spektakuler di setiap filmnya. Namun, setelah sekuens Burj Khalifa di Ghost Protocol, apakah ada stunt baru yang bisa menandinginya?

Jangan khawatir, karena Rogue Nation langsung menyuguhkan kita dengan adegan pembuka yang tak kalah menegangkan: dalam misinya untuk menghentikan ekstrimis Chehnya, Ethan Hunt (Tom Cruise) bergelantungan di pesawat yang tengah lepas landas hingga ketinggian 5.000 kaki dengan kecepatan tinggi. Yang lebih mengagumkan, Cruise melakukan sendiri stunt ini tanpa pemeran pengganti dan efek layar hijau.


Tom Cruise pernah bilang bahwa setiap film Mission: Impossible adalah standalone movie, tapi kasusnya sedikit berbeda dengan Rogue Nation. Film ini melanjutkan langsung kisah dari Ghost Protocol. Misi sebelumnya yang mengakibatkan runtuhnya Kremlin, membuat CIA meradang. Dinilai terlalu berbahaya, pimpinan CIA, Alan Hunley (Alec Baldwin) mengajukan agar IMF diakuisisi oleh CIA dan agen Hunt yang berada di lapangan segera ditarik.

Organisasi rahasia yang sempat disebut pada ending Ghost Protocol yaitu Sindikat adalah musuh utama kali ini. Kemunculan perdananya pun cukup berkesan. Dengan memanfaatkan metode transmisi khas IMF, Sindikat menunjukkan kapabilitasnya yang tak kalah dengan IMF, membuat Hunt tertangkap. Dia bisa lolos pastinya, tetapi dengan status IMF yang telah dibubarkan, Hunt tak punya tempat pulang dan harus berjuang sendiri — dibantu beberapa rekannya sih — untuk menumpas Sindikat.

Bagi anda yang telah menonton keempat film Mission: Impossible sebelumnya, pasti tahu bagaimana formula film-filmnya. Misi awal tak berjalan mulus, agen IMF dibebastugaskan / diburu / IMF dibubarkan, musuh menjadi teman / teman menjadi musuh, beberapa penggunaan gadget cangging, dan tentunya adegan Tom Cruise yang berkali-kali menantang maut. Rogue Nation masih memakai formula yang sama, tapi film ini mengambil elemen terbaik dari pendahulunya. Bukan menjadi yang terbaik memang — setidaknya menurut saya — namun Rogue Nation adalah film Mission: Impossible yang paling memuaskan.

Film ini punya unsur aksi, humor, dan dinamika karakter dengan dosis yang tepat. Kompleksisitas cerita tak pernah menjegal narasi dan alurnya. Meski mempunyai durasi yang paling panjang dibanding 4 film lainnya (mencapai 131 menit), sutradara Christopher McQuarrie mengatur agar semua berjalan dengan cepat dan efektif dalam Rogue Nation. Sempat bekerja dalam beberapa proyek bareng Cruise, seperti Valkyrie, Jack Reacher, dan Edge of Tomorrow, McQuarrie tahu benar cara menangani aktor utamanya itu hingga ke batas maksimal dan mengeksekusinya dengan piawai.

Memasuki cerita, porsi stunt-nya memang tak se-grande adegan pembuka, tetapi tetap saja menghadirkan suspens tersendiri. Setidaknya ada 3 adegan stunt besar dalam film ini. Salah satunya mengharuskan Cruise menahan napas di air selama 4 menit lebih (kabarnya dia melakukan adegan ini tanpa break setelah sebelumnya berlatih bersama penyelam profesional). Hanya dilatari dengan suara air dan degup jantung, sekuens ini membuat kita merasakan ketegangan misi hidup-mati yang dilakukan Hunt.

Mission: Impossible adalah wadahnya Cruise untuk tampil songong melakukan misi yang tak mungkin, tapi menurut saya seri ini sedari awal adalah tentang TIM. Di semua filmnya, Hunt tak mungkin melakukan misinya tanpa dibantu beberapa rekan yang dapat diandalkan. Untuk melacak Sindikat, Hunt meminta bantuan teknisi yang sekarang menjadi agen lapangan, Benji Dunn (Simon Pegg). Jika di film sebelumnya Benji terlihat sekadar sebagai comic-relief dan penyedia gadget, di film ini dia punya peranan yang lebih krusial dibandingkan karakter Ving Rhames dan Jeremy Renner.

Sean Harris bermain sebagai antagonis, Solomon Lane. Pimpinan Sindikat ini jarang tampil, tapi dialah yang menggerakkan semuanya dari balik layar. Dengan suaranya yang serak tipis, Solomon terasa sangat mengintimidasi, meski pada akhirnya tak terlalu berkesan. Semua rencana dibuat dengan presisi dan tindakannya penuh perhitungan.

Hunt juga harus berurusan dengan agen rahasia Inggris, Ilsa Faust yang menyusup ke dalam Sindikat. Karakter Ilsa ini sendiri berada di area abu-abu, antara heroine atau femme fatale, faktor yang membuat karakter yang dimainkan oleh Rebecca Ferguson dengan brilian ini menjadi menarik. Dia tak hanya menjadi sekedar figuran. Ilsa adalah agen yang sepadan dengan Hunt, hampir dari semua sisi. Ada sedikit sentuhan romansa antara keduanya, meski chemistry-nya tak terlalu meyakinkan.

Kalau boleh jujur, saya merasa Ghost Protocol lebih intim dari sisi karakterisasi. Disini memang interaksi karakternya tak kalah dinamis, namun dalam Ghost Protocol, kita bisa merasakan konflik dan motif dari masing-masing karakter dengan lebih dekat.

Melihat ceritanya yang seolah-olah dibuat hanya sebagai penyambung satu adegan stunt dengan yang lainnya, membuat saya kepikiran bagaimana mekanisme pembuatan film Mission: Impossible. Cerita duluan disusul stunt atau stunt duluan baru cerita? Yang manapun, sinergi keduanya cukup bagus dalam Rogue Nation. Di usianya yang menginjak kepala lima, Tom Cruise terbukti tangguh sebagai frontman Mission: Impossible yang telah berusia 19 tahun. Dia tampaknya masih siap menantang maut untuk beberapa tahun ke depan.

(Tulisan Teguh Raspati pada : www.ulasanpilem.com)
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Follow Kami

NEWS UPDATE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM