![]() |
Suyoso Nantra dan Rizal Effendi |
Pun bidang intelijen dan keamanan negara, harus menguasai IT demi mencegah hal-hal tak diinginkan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini jauh-jauh hari sudah disampaikan pengamat Suyoso Nantra SSos MM yang juga penasehat kabarkaltim.co.id.
"Jauh-jauh hari sudah saya sampaikan, semua pihak harus mencermati pesatnya perkembangan IT. Jangan sampai kita ketinggalan, minimal bisa mengikuti, bahkan pihak-pihak tertentu tidak hanya mampu mengikuti perkembangannya, namun harus menguasai," beber Suyoso Nantra.
![]() |
Bedah buku Intelijen di Era Digital |
"Jika tidak mengikuti atau menguasai, kita ketinggalan. Sektor ekonomi sudah banyak bermunculan bisnis online, ekonomi digital. Apalagi menyangkut keamanan negara, intelijen harus menguasai. Cegah yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa, bagaimana meredam provokasi yang bisa mencerai-beraikan elemen-elemen bangsa ini. Dan itu, IT harus dikuasai, jangan kalah dengan pihak-pihak yang ingin merusak dengan memanfaatkan kecanggihan IT," urai Suyoso Nantra.
Suyoso sependapat dengan Ngasiman Djoyonegoro-penulis buku 'Intelijen di Era Digital : Prospek dan Tantangan Membangun Ketahanan Nasioanl. Dalam bedah buku tersebut, Intelejen
era kini dituntut mampu beradaptasi terhadap dinamika perkembangan digital.
Mengingat kondisi sekarang perang di era digital berlangsung sangat cepat,
sunyi dan senyap. Jika dulu gerakan penyusupan intelijen terhadap suatu negara
melalui jalur darat, kini penyusupan dilakukan melalui dunia cyber.
"Telah muncul berbagai ancaman dalam
bentuk dunia baru. Seperti cyber war, proxy war, perang asimetris, cyber
terorism, perang spionase," kata Ngasiman Djoyonegoro, penulis buku
"Intelijen di Era Digital: Prospek dan Tantangan Membangun Ketahanan
Nasional" yang dibedah dan dilaunching di Menara Batavia, The President
Lounge, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2018).
Pada tempo yang sama, jumlah pengguna
seluler melambung dari 750 juta pengguna hingga 5 miliar orang. Bahkan
diperkirakan sudah mencapai 6 miliar lebih. Artinya, pada tahun-tahun
mendatang, dunia sudah dalam genggaman digital. Siapa yang menguasai digital
berarti menguasai dunia, tambah Ngasiman.
Dengan situasi tersebut, lanjut dia, intelijen
menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI. Intelijen dituntut mampu
memahami sepenuhnya bentuk ancaman - kejahatan baik yang berskala lokal maupun
global. Peperangan yang dulunya identik dengan senjata, peluru, pembunuhan,
pengeboman, dan sebagainya kini telah bergeser seiring dengan perkembangan
teknologi. Kini, peperangan telah memiliki model baru yang jauh berbeda dengan
peperangan konvensional.
"Kita bayangkan, kelompok teroris,
perbankan hingga profiling terhadap orang dan perusahaan, melakukan aksinya
dengan dukungan digital. Tak hanya itu, penyebaran informasi hoax bernada SARA
yang dapat memperpecah bangsa sekarang juga berlangsung melalui perangkat
digital," tegas Ngasiman.
Ngasiman mencatat, sepanjang tahun 2017
lalu, ada 205.502.159 kali serangan siber yang menyerbu pertahanan digital
Indonesia. Serangan ini mulai dari hoax, peretasan terhadap Komisi Pemilihan
Umum (KPU), peretasan website pemerintah dan BUMN, hingga serangan ransomware
yang secara langsung meminta tebusan kepada masyarakat.
Dalam kegiatan launching dan bedah buku
tersebut, turut hadir sejumlah tokoh penting. Antara lain: Jenderal TNI (Purn)
AM Hendropriyono mantan (Kepala Badan Intelijen Negara 2001-2004) sebagai
keynote speaker, dan 8 panelis yakni J.Kristiadi (Pakar Politik dan Keamanan
CSIS), Laksamana Madya TNI Ari Soedewo (Kepala Badan Keamanan Laut RI),
Marsekal Muda TNI Kisenda Wiranata Kusuma (Kepala Badan Intelijen Strategis
TNI), Komjen. Pol. Lutfi Lubihanto (Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri),
Wawan H. Purwanto (Pengamat Intelijen), Marsudi Wahyu Kisworo (Rektor Perbanas
Institute, Tenaga Ahli Pertahanan Siber Kemhan RI), Eko Sulistyo (Deputi IV
Kantor Staf Presiden RI), Hery Haryanto Azumi (Sekjend PB MD Hubbul Wathon).
Buku ini ditulis dengan pendekatan ilmiah populer. Terdiri dari 4 (empat) bab,
buku ini mencoba mengulas isu-isu penting dan genting dalam dunia intelijen.
(tw/sonny majid)
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar